Cari

Rabu, 29 April 2015

Piala Dunia 2022

Meskipun ditolak oleh Fédération Internationale de Football Association (FIFA) pada 19 Maret 2010, namun Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi tetap akan berusaha meminta agar Indonesia bisa menjadi tuan rumah Piala Dunia tahun 2022 mendatang. Saya yang asli “Bonek” sejak kecil mendukung upaya pemerintah demi kemajuan sepakbola di Indonesia. Hanya saja, saya sedang kuatir, munculnya intervensi negara asing dengan sejumlah regulasi anti bir di Indonesia. Apalagi Sekjen FIFA, Jerome Valcke pernah bilang “Minuman beralkohol adalah bagian dari Piala Dunia, jadi kita harus memilikinya, "



“Nggolek bir saiki angel rek, nonton bola jadi gak asyik, ” keluh salah satu rekan di Bojonegoro Jawa Timur yang katanya juga tidak dijumpai di supermarket di kota penghasil minyak itu. Padahal seharusnya bir, sesuai regulasi Rachmad Gobel, boleh dijual di supermarket.

Seperti diketahui, untuk menyelamatkan generasi muda, Menteri Perdagangan Rachmad Gobel membuat aturan terkait larangan penjualan bir di minimarket dan pedagang eceran. Aturan juga ini didukung oleh Menteri Pemuda dan Olahraga.

“Minum bir saat menonton pertandingan sepakbola bukan untuk mabuk. Bir dihidangkan bersama kacang bagaikan teman sejati bagi gibol mania, “ kata Irsad (42), warga Surabaya.

Sepakbola dan bir memang tak dapat dipisahkan. Borussia Dortmund misalnya, berkampanye anti rasialisme lewat satu juta tatakan gelas bir, mengambil tema unik: 'Kein Bier fur Rassisten!' atau dalam bahasa Indonesia berarti 'Tak Ada Bir untuk Rasialis!'.

Kampanye ini jadi lanjutan langkah tegas Die Borussen terhadap tindakan-tindakan rasialisme, juga berupaya meredam aksi-aksi ekstrem berhaluan politik kanan jauh seperti fasisme. Mereka sebelumnya juga diketahui menjatuhkan hukuman berat, yakni larangan ke stadion selama empat tahun untuk salah seorang penggemar yang melakukan salam Nazi.

Baik di negara-negara Eropa maupun Indonesia, sepakbola sudah menjadi budaya yang sangat mengakar di masyarakatnya. Termasuk juga soal urusan menenggak minuman beralkohol ketika menyaksikan pertandingan.

Dua hal itulah membuat Presiden Brazil Dilma Rousseff akhirnya mencabut larangan menjual dan menenggak bir di sekitar stadion selama berlangsungnya Piala Dunia 2014. Sejak tahun 2003, Pemerintah Brazil menerapkan larangan menjual minuman beralkohol di dalam arena olahraga.  Pencabutan regulasi itu karena permintaan FIFA.

Renan Fielho, anggota Partai Pergerakan Demokratik Brazil, yang juga bersekutu dengan pemerintah, mengatakan pencabutan larangan tersebut sebagai ` perubahan temporer untuk menjamin Piala Dunia terbaik untuk Brazil.`

Berlangsungnya Piala Dunia 2014 di Brazil tidak lepas dari peranan AB InBev, produsen bir bermerek Budweiser yang telah menjadi sponsor piala dunia sejak 1986. Berdasarkan Sports Sponsorhip Insider, AB InBev telah mengeluarkan dana sebesar US$ 120 juta hingga US$ 160 juta untuk menjadi sponsor Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan dan Piala Dunia 2014.

FIFA sendiri sebenarnya sudah menetapkan tuan rumah PD 2022 adalah Qatar. Namun memang, belakangan banyak masalah yang terjadi terkait penunjukkan tersebut, yang sempat memunculkan opsi untuk memindahkan tuan rumah PD 2022 ke negara lain. 

Ketua Masyarakat Sepakbola Indonesia (MSBI), Sarman L Hakim, seperti yang dikutip www.rri.co.id, mengatakan Imam Nahrawi siap untuk membuat proposal baru seputar pengajuan Indonesia menjadi tuan rumah PD 2022.

Dalam waktu dekat, MSBI akan mengujungi Kantor FIFA di Zurich, Swiss untuk menyampaikan deklarasi untuk menempatkan kembali Indonesia sebagai calon tuan rumah Piala Dunia 2022 mendatang setelah ditolak pada tahun 2010 lalu.

“Ketika itu pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak melanjutkan proses bidding tersebut. Saya yakin, hal tersebut sudah dikomunikasikan dengan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla," kata Sarman.

Menpora Imam Nahrawi itu, kata Sarman, seperti Soekarno Muda.  “Berani dan memiliki visi jauh ke depan. Kalau dulu pada 1962, Soekarno berani menjadikan Indonesia tuan rumah Ganefo (Games of New Emerging Forces). Kini, Imam Nahrawi berani memperjuangkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala dunia 2022," tuturnya.

Sebelumnya, PSSI melalui komite ad-hoc sinergi mengatakan telah memiliki program jangka panjang agar timnas Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2046 melalui visi 2045. Jangka waktu itu ditetapkan, setelah melihat berbagai permasalahan yang harus diselesaikan PSSI untuk membangun fondasi yang kuat untuk sepakbola Indonesia.

Terlepas dari masalah yang mendera PSSI, Jokowi, dalam kompas.com, berkata "Saya jagoin PSSI, saya serius, saya ngomong apa adanya,"  

Semoga saja PSSI tidak lantas mencabut Peraturan larangan menjual bir yang telah ditandatangani oleh Rachmad Gobel pada 16 Januari 2015 lalu. Akan tetapi sebagai masyarakat Indonesia, saya mendukung kemajuan sepakbola di Indonesia.

 

Minggu, 26 April 2015

Teler dan Mabuk Prasangka

JEAN COUTEAU

Aku biasanya paling benci orang mabuk, apa lagi ”bule” mabuk. Tetapi, lucu, kini justru akulah, he, he, yang mabuk. Apakah karena kembali ke ”jati diriku”, bule yang memang biasa mabuk. Bisa jadi demikian. Pokoknya, aku betul-betul teler, sampai jadi mabuk di tempat yang enggak pantas. Di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai!

Kenapa di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai? Karena aku baru menginjakkan kaki di Pulau Dewata! Di sini boleh minum tanpa harus merasa bersalah? Tapi alasanku yang sebenarnya adalah lain: aku orang ”merdeka”. Pada waktu kecil, setiap larangan konyol orangtua pasti aku langgar. Kalau dilarang, justru aku lakukan. Pemicunya tadi, di Yogya, pada saat sarapan, sebelum menuju bandara, aku haus. Lalu, apa yang paling cocok untuk mengatasi dahaga di negeri tropis? Ialah, bir. Cuma, aku sial! Pelayan warung menolak pesananku dengan berkata: ”Maaf Pak, kami tidak boleh menjual bir lagi. Melanggar peraturan.”

Aku kaget! ”Melanggar peraturan!” Baru mendengar kata itu, aku tahu harus melanggar. Terlalu konyol. Maka, baru mendarat di Bali, aku minum, minuuum. Tak mengherankan bila kini aku ngoceh enggak keru-keruan. Sambil menikmati pandangan iring-iringan orang ”baik-baik”, kadang berlagak saleh, yang terus lewat di depanku sambil melirik ”londo mabuk”—di dalam hal ini aku. Mereka tidak mengenal aku, aku tidak mengenal mereka, tetapi kita sama-sama berprasangka buruk: aku menganggap mereka sok suci, sedangkan mereka menduga aku maksiat. He... he... he.

Jangan-jangan keputusan melarang bir itu telah diambil secara gegabah oleh penentu kebijakan. Menurut aku, para wakil rakyat kita yang terhormat itu telah menggagas keputusan konyol ini seusai berpesta pora di hotel mewah Ibu Kota. Memang sudah rahasia umum: mereka tidak suka nongkrong di warung pinggir jalan. Dan kini larangan minum alkohol tidak berlaku di hotel-hotel bintang lima!!! He-he-he! Aman! Tapi munafik! Dan tidak adil: hanyalah orang bule, orang kaya, dan para wakil rakyat yang terhormat yang boleh minum. Begitulah! Apakah hal ini merupakan hak istimewa (privilese) atau penghinaan, tak jelas. Tapi bagiku, pantas dirayakan. Dengan meneguk sebotol lagi! Kata peraturan: ”Tak boleh dibawa pulang.” Maka, mendingan mabuk di bandara. Ayuk!!! He, he, he!

Katanya orang Bali telah siap protes seandainya larangan alkohol itu turut diberlakukan di pulau mereka. Pasti merugikan pariwisata, kata mereka. Tetapi, menurut aku, keliru. Belum tentu Bali bakal rugi. Orang bule akan berkurang, pasti! Tapi biarlah! Banyak di antaranya memang enggak tahu diri. Kalau enggak minum, kerjanya kawin melulu atau berbisnis liar!

Di lain pihak, kalau alkohol tidak dilarang, Bali pasti akan tambah populer. Bukan di luar negeri, tetapi di Indonesia. Para wakil rakyat akan semakin gemar kemari, apakah untuk rapat, kongres, musyawarah, pokoknya dengan alasan apa pun yang masuk akal. Apalagi, selain alkohol bebas, makanan di Bali juga lebih beraneka, kan? Jadi, Bali akan kelimpahan orang munafik luar pulau: mereka yang terus ngomong ”karakter bangsa” di pusat untuk mabuk dan mesum di daerah. Masalahnya, kalau sudah menyadari gelagat itu, aku tidak lagi yakin kalau masyarakat lokal akan terus setuju dengan izin mabuk ”khusus Bali” itu. Aku serius, lo!

Pikir-pikir, ada juga kemungkinan lain. Ingat Presiden JF Kennedy? Ayahnya adalah seorang miliarder yang konon menumpuk kekayaannya dengan memperdagangkan booze (alkohol) pada waktu prohibition ketika peredaran alkohol dilarang di Amerika (1920-1933) karena dipadankan dengan narkoba. Baru setelah itu, dia bisa membiayai anaknya menjadi presiden Amerika. Siapa tahu pelarangan alkohol di sini diberlakukan dengan harapan agar kelak terlahir seorang ”satria piningit” setaraf Kennedy di antara anak-anak para pemasok liar alkohol dan narkoba. Jadi belum bosan juga dengan satria ”piningit”!

Maaf, saya terpaksa berhenti ngelantur. Sang manajer bar telah memanggil polisi. Jangan-jangan aku kena denda, seperti di luar negeri. Tapi… bukankah justru cara itulah yang paling masuk akal untuk mengontrol para pemabuk? He, he, he. Ho,ho ho!

(Sumber : harian Kompas edisi 26 April 2015, di halaman 13 dengan judul "Teler dan Mabuk Prasangka")

Sabtu, 25 April 2015

Indonesia Akan Legalkan Hukuman Mati Bagi TKI di Arab Saudi ?

Iphone saya berdering. Sebuah pesan singkat, -melalui whatsapp--,memberi kabar eksekusi mati terpidana mati narkotika asal Spanyol, Rahim Agbaje akan dilakukan pada Selasa, 28 April 2015. Benar atau tidaknya masih menunggu konfirmasi. Kasus yang berbeda datang pada hari sebelumnya, 23 April 2015, pria di Ciamis Jawa Barat meninggal dunia setelah mengkonsumsi oplosan. Kematian pria berinisial R itu terus menambah korban jiwa meninggal akibat oplosan.Keduanya merupakan korban dari kebijakan soal eksekusi mati yang dijalankan oleh Presiden Joko Widodo dengan semangat Revolusi Mental-nya.

Tidak lama lagi, negara akan melakukan pembunuhan yang dilegalkan. Gagal melindungi TKI dari hukuman mati karena memang di dalam negeri yang “melegalkan” hukuman mati.

Sad but true, tulis salah satu rekan dalam Path.

Meskipun mendapatkan kecaman dari dunia internasional, namun Presiden Joko Widodo tetap akan melanjutkan eksekusi mati bagi terpidana narkotika tahap II.

Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa, seperti yang dilansir okezone.com, mendukung rencana eksekusi mati terhadap sepuluh narapidana narkoba,--termasuk Rahim Agbaje--. Menurut dia, permasalahan eksekusi mati ini kita harus melihat dari sisi korban yang jumlahnya banyak dan kondisinya yang memprihatinkan.

"Kalau kita melihat korbannya sedemikian parah, jumlahnya banyak, secara ekonomi juga, jadi dibanyak negara juga memberlakukan itu (hukuman mati). Hukum kita juga memberikan ruang itu, apa salahnya sekarang," tutur Khofifah di Kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (25/4/2015).

Secara yuridis, kata dia, eksekusi mati itu legal serta dipayungi oleh peraturan perundang-undangan."Jadi secara yuridis itu ada legalitas karena memang ada peraturan perundang-undangannya, keputusan hukumnya. Jaksa kan tinggal eksekusi, lalu sekarang apa masalahnya," ujarnya.

Kabar lainnya datang dari Hongkong. Menurut rencana, Minggu, 26 April 2015, buruh migran Indonesia (BMI) di Hong Kong, Tiongkok, berencana menggelar aksi solidaritas terhadap Mary Jane Fiesta Veloso, warga negara Filipina yang divonis hukuman mati di Indonesia.  Selain bersolidaritas, tenaga kerja Indonesia (TKI) juga mendesak Presiden RI Joko Widodo untuk membatalkan eksekusi mati terhadap Mary Jane yang merupakan korban perdagangan manusia (human trafficking). Aksi tersebut, akan digelar di depan kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Hong Kong, Minggu (26/4/2015).

Demonstrasi solidaritas itu sendiri, diprakarsai dua organisasi massa BMI, yakni Asosiasi Tenaga Kerja Indonesia (ATKI) dan Indonesian Migrant Workers Union (IMWU) cabang Hong Kong. "Kami akan menggelar aksi solidaritas, karena Mary Jane Veloso adalah korban kemiskinan dan korban perdagangan manusia," tegas Muthi Hidayati, aktivis ATKI Hong Kong, Sabtu (25/4/2015). Ia mengatakan, Mary Jane bukanlah bandar atau pengedar obat-obatan terlarang seperti yang dituduhkan hakim-hakim di pengadilan Indonesia.

Saat ini, Mari Jane mendekam di LP Nusakambangan.

Di saat yang sama pula, Harian Bangkok Post melaporkan penangkapan Jemani Ikhsan (63), Warga Negara Indonesia oleh kepolisian Thailand di Bandar Udara Internasional Phuket atas tuduhan membawa barang bukti 5,2 kilogram kokain. Atas kasus itu, Jemani terancam hukuman mati.

Tidak hanya Jemani, saat ini ada 334 WNI di seluruh dunia yang terancam hukuman mati. Dari jumlah itu, 37 WNI terancam hukum qisas di Arab Saudi. Dari 37 TKI yang terancam qisas, ada satu TKI atas nama Karni binti Medi Karsim, warga Brebes, Jawa Tengah, yang waktu eksekusinya sudah dekat. Karni didakwa kasus pembunuhan sadis terhadap anak berusia 4 tahun pada 2012.

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia melayangkan protes kepada pemerintah Arab Saudi terkait hukuman mati terhadap dua WNi, yakni Siti Zainab binti Duhri Rupa dan Karni binti Medi Karsim. Zainab dieksekusi di Madinah pada Selasa, 14 April 2015. Adapun Karni dieksekusi mati di Kota Yanbu, Kamis, 16 April 2015. Menurut Kementerian Luar Negeri, tidak ada pemberitahuan soal eksekusi mati itu kepada Indonesia.

Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, terus melakukan langkah perlindungan terhadap TKI dari ancaman hukuman mati dari kasus beragam mulai dari pidana sihir, zinah, dan pembunuhan. Dukungan di dalam negeri pun terus mengalir untuk para pahlawan devisa itu.

#
Di dalam negeri, korban oplosan terus bertambah, meskipun pihak aparat sudah melakukan berbagai cara melakukan razia penjualan minuman beralkohol di warung-warung pasca pemberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan No 06/M-DAG/PER/1/2015 tentang Pengendalian dan Pengawasan terhadap Pengadaan, Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol. Inti dari peraturan itu menyasar ke pelarangan penjualan bir di tingkat pedagang eceran.

Kebijakan pelarangan minuman beralkohol (meskipun bir bukan menjadi pilihan pesta mabuk-mabukan) pastilah akan sangat populer di Indonesia dimana jumlah ‘kaum pengharaman’ (orang-orang yang menganggap pelarangan sebuah komoditas sebagai satu-satunya cara mengatasi persoalan) ditaksir cukup besar. Padahal tidak ada kaitan langsung antara korban oplosan dengan larangan menjual bir. Justru pelarangan menjual bir, yang tidak semua daerah di Indonesia terdapat jaringan supermarket dan hipermarket, akan menimbulkan semakin banyaknya korban tewas akibat oplosan.
Jadi hingga kini, belum ada cara efektif menekan korban tewas akibat oplosan

Padahal telah terbukti bahwa perang terhadap narkoba sejak 1971 belum juga bisa dimenangkan; hukuman matipun tidak menyurutkan orang untuk berbisnis narkoba di berbagai pelosok dunia; pelarangan alkohol di Amerika 1919-1933 justru meningkatkan angka pembunuhan dan maraknya gangsterime di sana. 

Nampaknya jalan inilah yang akan ditempuh oleh pemerintahan yang entah bagaimana seperti kehilangan kepercayaan dirinya padahal kepresidenannya disambut dengan kegembiraan dan suka cita oleh rakyat. Jika memang demikian, maka Bangsa Indonesia perlu bersiap untuk menyambut kelahiran Pablo Escobar dan Alcapone-Alcapone baru di negeri yang kita cintai ini.


Dalam pidato diskusi publik di Universitas Nasional (Unas),  Mantan Presiden RI ke-6, Susilo Bambang Yudoyono mengomentari revolusi mental yang kerap diusung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) . Menurutnya, terdapat perbedaan makna yang diutarakan Jokowi dengan Karl Marx.

"Revolusi mental pernah hidup pada masa Karl Marx, itu ajaran fundmental marxisme. Revolusi Marx bertumpu pada perubahan mental kaum proletar menjadi kaum progresif. Sedangkan yang dimaksud Pak Jokowi sebenarnya tidak sama dengan Marx, Pak Jokowi ingin mengubah karakter building masyarakat Indonesia tanpa pertumpahan darah, dan itu saya setuju," katanya seperti yang dikutip dalam okezone.com, Sabtu (25/4/2015)

Jumat, 24 April 2015

Larangan Penjualan Bir Bentuk Perjuangan Diplomasi Indonesia ?

Diakui atau tidak, selain menjadi bagian dalam budaya masyarakat di Indonesia yang beraneka ragam adat istiadat, minuman beralkohol juga menjadi salah satu bagian dari perjuangan diplomasi bangsa Indonesia. 

Dari Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono hingga Gubenur Jawa Timur, Soekarwo dan Wakil Gubenur Jawa Timur Saifullah Yusuf melakukan jamuan "bersulang minuman beralkohol" untuk menjalin komunikasi dan kerjasama strategis dengan pemimpin negara asing dan perwakilan negara asing di Indonesia. 

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah telah meneken Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, pada 6 Desember 2013.  Menurut Pepres ini, Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industry dari Menteri Perindustrian. Adapun Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor dari pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan Minuman Beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

Minuman beralkohol menjadi jamuan antara Presiden RI ke-3 Prof.Dr.-Ing. B.J. Habibie yang hadir sebagai tamu kehormatan dan  Ambassador Clemens von Goetze, Dirjen Politik Kemlu Jerman yang mewakili Pemerintah Jerman, ketika Indonesia merayakan Resepsi Diplomatik dalam rangka peringatan 67 Tahun Kemerdekaan RI dan juga 60 Tahun Hubungan RI-Jerman yang berlokasi di Hotel Adlon, Berlin pada 6 Semptember 2012 silam. Jamuan itu telah meletakkan fondasi hubungan dua bangsa dan juga perdamaian dunia dengan tulisan Jawa yang artinya "Sembahlah Tuhanmu dan Cintai Sesama Manusia" di Masjid Kubah Biru yang dibangunnya di atas tebing, tak jauh dari Istana Maxen, Jerman. Masjid Kubah Biru tersebut saat ini menjadi salah satu ikon kota Maxen dan juga daya tarik wisata disana.

Setelah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Himno Nacional de la República de Panamá berkumandang hikmat mengawali sambutan Dubes RI pertama untuk Republik Panama, Dwi Ayu Arimami, Menteri Luar Negeri Republik Panama, Y.M. Fernando Núñez Fábrega menyambut hangat ajakan bersulang untuk persahabatan abadi antara Indonesia dan Panama pada resepsi diplomatik, 28 Agustus 2013.

Minuman beralkohol juga menandai persahabatan antara Pemerintah Indonesia dengan Amerika. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo (dua kiri) bersama dengan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Scot Marciel (kanan) didampingi Konsul Jenderal (Konjen) Amerika di Surabaya, Kristen F Bauer (dua kanan), dan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika (kiri) bersulang saat perayaan hari Kemerdekaan Amerika di Surabaya, Senin (4/7). Hari Kemerdekaan Amerika jatuh setiap tanggal 4 Juli, dan tahun ini Amerika merayakan hari kemerdekaan yang ke-235 tahun. 

Awal tahun 2015, Menteri Perdagangan, Rachmad Gobel melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 melarang penjualan bir di minimarket dan pengecer.  Muhammad Ali, profesor studi Islam di University of California, dalam wawancara dengan Bloomberg, mengaitkan munculnya larangan menjual bir di minimarket tersebut dengan semakin nyaringnya suara kalangan konservatif yang memberi kesempatan kepada para politisi populis Islam maupun politisi sekular memperalatnya untuk meningkatkan legitimasi.

"(Kebijakan) ini adalah penerapan hukum Syariah secara perlahan  tetapi stabil, dengan menggunakan cara-cara legal dan konstitusional," katanya sebagaimana dilansir oleh Bloomberg, dalam laporan berjudul Beer Today, Gone Tomorrow, Muslim Indonesia Curbs Ale Sales . 

 Untuk menekan kerugian, kata Gobel seharusnya produsen bir berskala besar dapat mengantisipasinya dengan meningkatkan skala ekspor dari produknya.

Terkait ekspor, Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 sebesar 5,7 persen, jauh lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 yang hanya mencapai 5,0 persen. 

Setelah tiga bulan berlalu, apakah terlihat tanda-tanda bahwa target pertumbuhan tersebut dapat tercapai?

Berdasarkan data dari berbagai sektor industri selama triwulan pertama 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum menunjukkan pelambatan yang cukup serius. Bahkan beberapa sektor industri mengalami penurunan kinerja yang cukup tajam, dandikhawatirkan dapat memicu krisis ekonomi. Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Penerimaan pajak pada triwulan I 2015 hanya mencapai Rp 198,23 triliun saja, jauh dibawah realisasi penerimaan pajak pada triwulan I 2014 yang mencapai Rp 210,06 triliun, atau turun sekitar 5,63 persen. Dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2015, realisasi penerimaan pajak pada triwulan I 2015 ini hanya mencapai 15,32 persen saja. Hal ini mencerminkan terjadi penurunan (bukan hanya pelambatan) pada aktivitas ekonomi sepanjang triwulan I 2015.

Ekspor pada dua bulan pertama (Jan-Feb) 2015 turun 11,88 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Penurunan ekspor tersebut dipicu oleh penurunan ekspor non-migas sebesar 9,22 persen dan ekspor migas sebesar 24,01 persen. Penurunan ekspor non-migas yang sedemikian besarnya (9,22 persen) cukup mengkhawatirkan bagi pembangunan ekonomi Indonesia. 

Impor pada dua bulan pertama (Jan-Feb) 2015 juga turun, yaitu 15,83 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Namun demikian, impor non-migas hanya turun 6,32 persen, sedangkan impor migas turun 45,28 persen. Penurunan impor migas ini dikhawatirkan hanya bersifat sementara dan akan menjadi defisit pada bulan-bulan selanjutnya karena perbedaan waktu impor, mengingat Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak bumi.

Meskipun surplus neraca perdagangan pada Jan-Feb 2015 meningkat, yaitu dari surplus 395 juta dolar AS pada Jan-Feb 2014 menjadi surplus 1,482 miliar dolar AS pada Jan-Feb 2015, namun peningkatan surplus tersebut bukan karena peningkatan kinerja ekspor (ingat: ekspor turun 11,88 persen), tetapi karena penurunan impor yang sangat signifikan, di mana penurunan impor ini tentu saja akan berdampak negatif pada kegiatan ekonomi 2015.

Di samping itu, kualitas peningkatan surplus perdagangan Jan-Feb 2015 tersebut cukup mengkhawatirkan karena kinerja perdagangan non-migas pada 2015 turun dibanding 2014: neraca perdagangan non-migas Jan-Feb 2014 mengalami surplus 2,18 miliar dolar AS, tetapi kemudian turun menjadi 1,35 miliar dolar AS pada periode yang sama 2015.


Di tengah hingar bingar peringatan 60 tahun Konfrensi Asia Afrika, di Jakarta dan Bandung, 19-24 April 2015. Presiden Jokowi, dalam pidatonya menyoroti keseimbangan ekonomi dunia. Presiden yang diusung oleh PDIP itu menyatakan dominasi negara-negara kaya atas negara-negara miskin.

Dalam 'Napak Tilas 60 tahun Konferensi Asia Afrika' di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/4),  Presiden Joko Widodo kembali menegaskan selama 69 tahun merdeka, Indonesia belum terbebas sepenuhnya dari kemiskinan. Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara maju di dunia.

Ernest Bower, peneliti Center for Strategic and International Studies Washington DC, menilai pidato tersebut menunjukkan Presiden Jokowi tidak konsisten.

Terkait pelarangan penjualan bir, yang hanya diperbolehkan dijual di supermarket dan hipermarket, Michal Buehler, pengajar studi Perbandingan Politik di School of Oriental and African Studies University of London, implementasi regulasi yang melarang penjualan bir di minimarket tersebut lebih merupakan peraturan tambal sulam dan  diselubungi oleh praktik berbau suap.

"Ini murni politik simbol," kata dia. "Apa yang Anda lihat sedang terjadi adalah adanya kelompok yang senang main hakim sendiri sedang memperalat hukum untuk mengumpulkan kekuasaan agar terpusat di tangan mereka dan menghancurkan berbagai tempat. Itu yang membuat masalahnya jadi problematis," tutur dia.

Buehler tidak menyebut nama kelompok dimaksud.

Regulasi larangan menjual bir telah memunculkan protes keras di kalangan pedagang eceran karena dinilai aturan ini tidak pro rakyat, seperti jargon Presiden Jokowi. Regulasi itu dinilai mementingkan pemodal besar.

Jika bir, yang kandungannya 90 persennya ialah air, yang diambil dari kekayaan sumber daya alam di Indonesia diekspor di negera asing sementara Indonesia masih melakukan impor gula yang memunculkan protes di kalangan petani gula di Indonesia, lalu dimanakah kehebatan perjuangan diplomasi bangsa Indonesia saat ini setelah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto ?
  
#Sumber foto : antara, Indopos, Jibi, kabarbisnis.com dan berbagai sumber

Selasa, 21 April 2015

Bir diantara Politik Lelaki vs Seksualitas Perempuan

"He was a wise man who invented beer." - Plato

Dengan dalih moral, melindungi anak-anak muda dari bahaya minuman keras, pemerintah melalui Peraturan Menteri Perdagangan melarang minimarket dan pedagang eceran menjual bir. Bir dilarang karena harganya lebih murah dari Singapura dan Malaysia sehingga mudah dibeli dari hasil uang saku anak-anak. Begitu kira-kira dalihnya.

Sebuah Foto mirip Megawati Soekarno Putri sedang memegang Bir beredar di dunia maya. Foto tersebut diambil disebuah ruangan mirip cafe dengan ratusan botol wine yang disusun rapi didalam beberapa rak. Tampak seorang laki-laki, berbaju kemeja warna putih menemani Ketua Umum PDIP tersebut.Foto tersebut juga belum dipastikan kebenarannya atau editan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Foto tersebut sudah tersebar sejak 11 November 2014. (sumber www.detikmedan.com )
Bir dianggap memabukkan karena dianggap miras, kemudian dijadikan “pembenaran” dalam budaya lelaki untuk melegalkan secara politis,--sama halnya--, dengan rok mini, seksualitas dan perempuan. Perempuan dengan busana tertentu di konotasikan sesuatu hal negatif--, sama halnya dengan perempuan dan bir.

Konotasi itu, yang kemudian dikemas ke dalam sebuah produk bermoral dan tidak bermoral dan “dijual” dalam simbol-simbol politik lelaki,-- untuk menguasai--, membuat Bella (26), memilih mengunci rapat-rapat, ia bersama sebotol bir dan sebungkus rokok putih di dalam sebuah ruangan kecil di kamar kosnya di Bandung.

“Minum sebotol bir tidak akan membuat mabuk, semua lelaki sudah tahu itu. Kalau berniat mabuk, bukanlah bir yang dipilih melainkan minuman beralkohol yang kadarnya tinggi, “ kata Bella, bukan nama sebenarnya, salah satu karyawan bank itu.

Bella sendiri sudah mengkonsumsi bir sejak kuliah. Saat itu, ia sedang menyelesaikan tugas akhir skripsinya di salah satu universitas swasta di Bandung.

“Pagi sampai sore saya bekerja, dan malam harus begadang mengerjakan skripsi. Saya mengkonsumsi bir untuk menjaga kesehatan saja, tidak untuk mabuk. Meskipun di keluarga saya, seorang perempuan dengan botol birnya sangat dipandang negatif, “ katanya.

Tidak mudah memang merubah prasangka yang salah itu. “Bir bukanlah miras yang memabukkan. Bir ya bir ! “ kata Bella.

#
Sonia tak kuasa menahan air matanya. Putrinya, Afifah (18) meninggal dunia usai mengkonsumsi miras oplosan. Lima hari sebelum gadis itu meninggal, Afifah sempat curhat ke ibunya kalau ia resah dengan jerawat di wajahnya yang terus bertambah.

"Terakhir komunikasi pada hari Rabu. Dia bilang, aduh mamah jerawat Afif makin banyak, biasanya kalau sudah ketemu mamah suka sembuh," kenang Sonia menirukan perkataan putrinya kala itu, seperti dilansir Radar Banten (Grup JPNN.com)

Afifah bersama rekannya Atifah (19) meninggal dunia usai pesta miras di sebuah kafe di kawasan Royal, Kota Serang, pada 25 Januari 2015 silam. Polisi menyatakan mereka menggelar pesta mabuk oplosan itu karena masalah remaja ; putus cinta.

"Mamah suatu saat nanti Afif pengen tinggal sama mamah, love you, love you mamah. Dia sering berkata-kata manja sama saya," kata Sonia.

Setahun sebelumnya, 17 Maret 2014, seorang mahasiswi Akademi Kebidanan di Kota Jambi meningal dunia karena mengkosumsi oplosan bersama pacarnya di salah satu kamar kos-kosan di daerah Mendalo Kabupaten Muaro Jambi. Korban tewas akibat mencampur Mansion dan pepsi blue saat dilarikan di RSUD Raden Mattaher Kota Jambi.

Sosiolog Universitas Airlangga Surabaya, Bagong Suyanto mengatakan korban tewas akibat oplosan ini karena masih minimnya edukasi masyarakat mengenai alkohol. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui resiko dan bahaya oplosan.

“Sejak kecil sampai sekarang ini, saya tidak boleh memegang botol bir apalagi mengkonsumsinya. Banyak perempuan yang mengalami nasib seperti saya. Bir dilarang, kemudian semakin dilarang akan semakin dicari karena rasa penasaran ketika remaja, “ kata Anis, mahasiswa di salah satu Universitas di Surabaya.

#
Empat puluh tahun setelah lulus sebagai satu-satunya perempuan di angkatannya, pakar bioteknologi pertama India, Kiran Mazumdar-Shaw, kembali mengunjungi kampusnya di Australia.


Ketika Kiran Mazumdar-Shaw datang pertama kali ke kota Ballarat, negara bagian Victoria, populasi di sana masih berjumlah 60.106 jiwa. Saat itu masih tahun 1974, dan Kiran muda datang untuk belajar pembuatan bir di Sekolah Pertambangan dan Industri Ballarat.

Kiran Mazumdar-Shaw, yang dilahirkan pada 23 Maret 1953 ialah pengusaha India yang masuk dalam daftar 92 wanita paling berpengaruh versi Forbes. Oleh Financial Times, ia disebut sebagai 50 perempuan yang sukses dalam bisnis. Kirain yang meraih banyak penghargaan di bidang kemajuan ilmu pengetahuan dan kimia mengawali usahanya di bidang pembuatan bir.

Kiran Mazumdar-Shaw
Pada tahun 1974, Kirain adalah satu-satunya perempuan yang terdaftar dalam kursus pembuatan bir di Australia dan meraih gelar Master Brewer pada tahun 1975. Kirain bekerja sebagai pembuat bir trainee di Carlton and United Breweries, Melbourne dan sebagai maltster trainee di Barrett Brother dan Burston, Australia.

Dia juga bekerja untuk beberapa waktu sebagai konsultan teknis di Jupiter Breweries Limited, Calcutta dan sebagai manajer teknis di Standard Maltings Corporation, Baroda antara tahun 1975 dan 1977.  Kirain sendiri pun awalnya “gagal” menularkan kemampuannya di India, yang menganggap pekerjaan membuat bir itu ialah pekerjaan laki-laki. Namun akhirnya, ia telah merubah paradigma itu. Ia dikenal sebagai perempuan pembuat bir pertama di negara itu.

Ayah Kiran, Rasendra Mazumdar merupakan orang yang berjasa dalam karier Kirain.

Ia lantas mengingat bahwa dulunya ia mempertanyakan apakah pembuat bir adalah pekerjaan yang tepat bagi perempuan muda tapi ayahnya begitu optimistis dan mengatakan bahwa Kirain harus pergi.

"Ia bilang 'kenapa tidak? kamu tak perlu memikirkan ini sebagai masalah gender'," tuturnya menirukan perkataan sang ayah.

Saat ini, sebagai Direktur Utama 'Biocon', Forbes menyebut Kiran memiliki kekayaan bersih senilai 1,2 miliar dolar, dan membuatnya berada di urutan ke-81 orang terkaya di India, dan perempuan terkaya di India ke-empat. Perempuan pengusaha ini juga masuk dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia tahun 2010, yang diterbitkan majalah 'TIME'.

"Tentu saja itu adalah penghargaan yang luar biasa, bukan karena saya kaya tapi karena saya menciptakannya, bagi saya itu lebih penting, itu soal penciptaan nilai. Saya menyebut diri saya pengusaha kebetulan karena saya tak pernah merencanakannya," tuturnya.

#
Kartini menulis surat untuk seorang sahabat, bercerita terang tak pernah datang. Sahabat tersebut membalasnya pilu, kegelapan teman sejatinya. Kartini bersaksi, dunianya hanya indah pada sebait lagu dan itu memang benar. Sang sahabat bercerita, penghormatan hanya sekedar upacara. Kartini berjanji, tak'kan lelah menulis surat. Sahabatpun bermimpi, tak'kan pernah menerima kekalahan.

Kartini kini... Tak berkebaya lagi, dia lebih senang bercelana dan mengejar dunia.. Kartini, kini tak terkungkung lagi, ia lebih suka berkelana menikmati dunia.. Kartini dulu dan kini, berbeda dalam cita-cita. Tetapi, mereka tetaplah sama.. yaitu seorang perempuan..

Celoteh dari sahabat Kartini

21 April


* berbagai sumber (sumber lengkap foto http://www.detikmedan.com/2014/11/beredar-foto-mirip-megawati-minum-bir.html)

Senin, 20 April 2015

Memulai Generasi Muda Hidup Sehat Bukan Dengan Regulasi Larangan Menjual Bir

Salam olahraga,

Saya bukan seorang perokok, juga bukan seorang alkoholic.

Ketika saya membaca di salah satu media massa soal regulasi dari Menteri Perdagangan Rachmad Gobel tentang larangan menjual bir di minimarket dan pengecer, saya merasa bahwa aturan itu salah sasaran. Apalagi aturan itu dibuat dengan dalih melindungi generasi muda. Menurut pengalaman saya, banyak murid-murid saya, yang berumur 21 tahun ke atas, banyak bermasalah dengan kelebihan berat badan.

Masalah obesitas itu, seperti yang dilaporkan United States Centre of Disease Control and Prevention (CDC) pada remaja meningkat dari lima hingga 18.1% dari tahun 1976-2008. CDC juga mengatakan bahwa obesitas mengakibatkan remaja kurang percaya diri, yang berdampak pada prestasi akademik dan kehidupan sosial mereka. Bahkan, bila remaja dengan nekatnya membiarkan diri mereka kelaparan, dapat mengakibatkan risiko defisiensi nutrisi, yang berdampak pada terjadinya anemia, menstruasi yang tidak teratur, dan perkembangan tulang yang buruk.

Obesitas merupakan kondisi dimana persentase lemak dari seorang anak adalah lebih dari 32% untuk Anak perempuan dan 35% untuk anak laki-laki atau ketika berat badan anak lebih dari sebesar 20% dari berat badan ideal mereka sesuai dengan tinggi badan mereka. Menurut para ahli, didasarkan pada hasil penelitian, obesitas dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah faktor genetik, disfungsi salah satu bagian otak, pola makanyang berlebih, kurang gerak/olahraga, emosi, faktor lingkungan, faktor sosial,faktor kompensasi, dan faktor gaya hidup.

Untuk mengatasi masalah generasi muda itu diperlukan edukasi makanan sehat dan olahraga, bukan dalam bentuk pelarangan menjual bir yang berdampak pada maraknya oplosan. Banyak anak-anak muda yang menjadi korban oplosan.

Saya sangat benci asap rokok, tetapi tidak melarang orang untuk merokok di depan saya.

Merokok bagi saya sangat mempengaruhi ketika nafas ketika akan memulai latihan cardio. Saya sering menyarankan kepada murid saya untuk tidak merokok agar jantung lebih sehat. Merokok bagi saya jauh lebih berbahaya dalam jangka waktu panjang dibandingkan dengan mengkonsumsi sebotol bir.

Ada beberapa peserta fitness di gym yang memilih mengkonsumsi bir untuk meregangkan otot usai angkat beban usai latihan.

Otot sendiri perlu diistirahatkan, sama halnya dengan bagian tubuh lainnya yang juga perlu istirahat yang cukup untuk pembentukan jaringan otot.  Selain pola makan, istirahat yang cukup merupakan modal dasar agar tubuh selalu sehat. Sayangnya, karena pekerjaan, masalah istirahat ini sering diabaikan

Jika rokok masih dijual di minimarket, mengapa bir dilarang ?

Pada dasarnya semua makanan yang masuk ke dalam tubuh akan menjadi masalah jika dikonsumsi secara berlebihan. Olahraga secara rutin dapat mencegah masalah buruk bagi kesehatan generasi muda.

Apabila pemerintah peduli dengan generasi muda maka seharusnya memulai memikirkan regulasi mengenai kurikulum khusus berolahraga bagi semua siswa di sekolah mulai dari pendidikan dasar sampai Universitas. Edukasi pola makan dan pola hidup sehat juga perlu ditanamkan di sekolah dan keluarga.

Sebagai langkah edukasi hidup sehat, di blog ini, secara rutin saya akan memberikan tips khusus kepada generasi muda, mulai dari pola makanan hingga bentuk latihan sederhana membentuh tubuh ideal.

Terima kasih 



Jumat, 17 April 2015

Bir di “Bandar Dunia Madani” Bukan Jadi Minuman Memabukkan

Selain dihidangkan dalam acara tertentu dalam komunitas masyarakat China dan Batak di Batam, bir dikonsumsi tukang ojek di Batam yang menjadi kota etalase perdagangan dan investasi di Indonesia, hanya untuk menjaga kesehatan dan stamina untuk memberikan kontribusi pembangunan di kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB/FTZ).

Batam sebagai Bandar Dunia Madani memang tidak pernah tertidur lelap. Demikian juga halnya dengan Gordon (45), salah satu tukang ojek yang setiap malam mangkal di depan pusat perbelanjaan di kawasan shopping center Batam City  Square di  Komplek Baloi Kusuma Indah, Kepri.

“Biasanya kalau malam begini, banyak pendatang yang menginap di hotel ingin diantar ke tempat hiburan atau mencari makan, “ kata Gordon asal Medan yang lebih dari sepuluh tahun lamanya bekerja di Batam yang konon surga bagi pencari nafkah.

Tingkat pertumbuhan ekonomi di Batam tahun 2015, yang ditergetkan mencapai 6,3 persen hingga 6,6 persen  atau lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional memang menjadi “magnet” bagi pencari kerja di daerah sekitarnya.  

Perkembangan Batam sebagai salah satu tumpuan ekonomi kawasan Sumatra bahkan nasional merupakan buah pemikiran Baharuddin Jusuf Habibie ketika menjadi Kepala Otorita Batam pada 1978-1998. Di masa kepemimpinannya, Batam diubah dari rencana semula sebagai pulau yang mendukung usaha Pertamina menjadi daerah industri yang bersaing dengan negara tetangga Singapura dan Malaysia.

Pada tahun 1989, dengan bantuan investor asal Singapura, dibangun kawasan Industri Batamindo seluas 6.000 hektar. Hingga kini kawasan industri ini menjadi yang terbesar di Batam.

Bagaikan madu dan lebah, pertumbuhan ekonomi “mentereng” di Batam, yang mencapai 17 persen pada masa kepemimpinan Presiden Habibie ini kemudian mengundang siapa saja yang ingin mencicipi manisnya madu.

Selain investor, ribuan tenaga kerja mulai beradu nasib di Batam. Pada akhir 1990-an, penduduk Batam mencapai sekitar 400 ribu. Padahal sebelumnya pulau Batam hanya dihuni 6.000 penduduk yang bekerja sebagai nelayan dan penyadap karet dan damar.

Sejak tahun 2009, ketika pemerintah meresmikan Kawasan Batam sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone), Gordon yang awalnya bekerja sebagai buruh industri mulai beralih profesi sebagai tukang ojek. Uang dari hasil keringatnya dikumpulkan hingga ia mampu membeli sepeda motor untuk modal bekerja.

Jumlah penduduk yang terus bertambah, kini lebih dari 1,3 juta jiwa penduduk, juga sebanding dengan pertambahan kendaraan bermotor. Data Kantor Samsat Kepri menyebutkan sebanyak 5.000 sepeda motor baru terdaftar setiap bulannya. Sementara kendaraan roda empat bertambah 500-600 unit tiap bulannya. Sampai pertengahan tahun 2013, Samsat mencatat ada 776.343 unit kendaraan roda dua dan 259.843 unit ken-daraan roda empat.

Kini, Batam tidak hanya sebagai tempat bagi industri, namun juga wisatawan. Banyaknya pekerja asing membuat bisnis hiburan berkembang yang memancing wisatawan mancanegara datang ke Batam.  Pemerintah pun mentargetkan pada tahun 2020 mendatang Batam akan menjadi kota metropolitan dengan jumlah investasi kumulatif mencapai Rp.91,4 Triliun.

“Saya hanya berpikir bagaimana esok saya masih bisa bekerja untuk menghidupi keluarga saya, “ kata Gordon yang selain menjadi tukang ojek juga sering menjadi guide tamu asing dari Malaysia dan Singapura.

Para tamu asing itu, kata Gordon, biasanya mengisi waktunya usai berbisnis untuk mencari hiburan mulai dari panti pijat, pub dan karaoke di kawasan Paradise dan Nagoya hingga sekedar mencari makanan khas Melayu dan masakan ala China.

“Mereka biasanya ingin minuman bir yang harganya lebih murah dibandingkan di Singapura. Banyak tamu saya yang ke Batam hanya untuk nge-bir saja karena di negeri seberang mahal, “ katanya.

Bir, kata Gordon, bukanlah minuman yang digemari oleh remaja di Batam. Para anak-anak muda yang berkantong tebal lebih memilih beli minuman berakohol jenis wiski di free duty. Sedangkan kalau anak muda yang berkantung minim lebih memilih anggur merah dan arak putih yang dibeli eceran.

“Kalau bir dianggap merusak generasi muda karena memabukkan itu salah kaprah. Anak muda disini kalau mabuk ya pakai anggur merah dan arak putih yang kadar alkoholnya lebih tinggi, “ katanya.

Bir sendiri kata Gordon, banyak diminum oleh orang dewasa.

“Saya sendiri minum bir untuk menjaga stamina dan kesehatan. Kita ini soalnya kerjanya hampir 24 jam. Kalau bir membuat mabuk, wah saya tidak bisa bekerja, “ katanya.

Bir juga biasanya disajikan dalam acara Pekkong dan Bona Taon yang sudah menjadi tradisi di Kepulauan Riau.

Yekti (27), salah satu terapis asal Subang di salah satu panti pijat refleksi mengatakan biasanya tamu meminta satu botor bir untuk penghangat badan, bukan untuk mabuk-mabukan.

“Saya sendiri heran mengapa Pemerintah pusat membuat regulasi pelarangan menjual bir di minimarket dan pedagang eceran dengan alasan bir memabukkan dan merusak generasi muda. Seharusnya sebelum dibuat aturan turun dahulu di lapangan sambil saya pijat, “ katanya.

Anggota Komite IV DPD RI, Heripinto Tanuwidjaja meminta agar Menteri Perdagangan Rachmad Gobel meninjau ulang Permenda no 6 tahun 2015.

“Jika bir dilarang maka angka kriminalitas di Batam akan tinggi dan ini justru membuat investor tidak nyaman, “ katanya.

Heripinto mengatakan sebenarnya aturan yang lama, Permendag nomer 20 tahun 2014 sudah efektif mengurangi impor minuman beralkohol secara illegal. Bahkan menurut regulasi itu, pemerintah juga bisa memberikan pengawasan penjualan bir.


Sementara itu, Anggota DPRD Batam, Hendra Asman seperti yang dikutip Koran Sindo mengatakan penerapan regulasi Menteri Perdagangan itu akan mempengaruhi PAD Batam. 

Sabtu, 11 April 2015

Bir dan Kopi, Anggapan Memabukkan hingga Ancaman Diabetes

Beberapa hari terakhir, di sejumlah media massa di Indonesia dan luar negeri, diramaikan oleh pemberitaan mengenai regulasi larangan menjual bir di minimarket yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan Rachmad Gobel. Alasan dari pelarangan itu ialah melindungi generasi muda dari bahasa oplosan dan minuman keras.

Oleh Rudhy Wedhasmara

Beberapa minggu lalu, saya membeli sebuah minuman kopi bercampur susu di sebuah warung kaki lima di Surabaya. Setelah menengguk secangkir kopi itu, bukannya hilang rasa kantuk saya, namun justru rasa mual yang saya derita.

Sambil menahan perut yang bagai dikocok-kocok, saya bertanya kepada penjual mengenai ramuan kopi susu itu. “Saya tidak tahu Mas, mungkin waktunya anda ke toilet, “ kata penjual sambil mengaduk gelas kopi lainnya pesanan pembeli.

Presiden Jokowi, Menteri Perdagangan Rachmad Gobel menerima jamuan sake di Istana Jepang. Sedangkan di dalam negeri, korban miras oplosan berjatuhan sementara penjualan bir dilarang dijual minimarket dan eceran. 
Singkat cerita, penyebab rasa mual di pagi itu, ternyata produk susu kaleng yang menjadi campuran kopi sudah kadaluwarsa. Lupakan ! memang bener seharusnya saya hanya minum kopi tanpa campuran. “Ngopi dulu biar gak salah paham” agaknya memang benar. Saya bergegas naik kendaraan saya, pulang ke rumah untuk  menyembuhkan rasa mual-mual yang "gak karuan" itu selama beberapa hari.

#
Seorang rekan saya, Profesor Ahmad Subagio yang juga peneliti di Universitas Jember Jawa Timur, baru-baru ini mempublikasikan penelitiannya mengenai dampak buruk kopi instan bagi kesehatan tubuh.

"Kandungan krimer nabati yang ada di beberapa produk kopi instan berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan khususnya hipertensi," katanya Januari 2015 lalu.

Mengonsumsi krimer nabati yang ada di dalam kopi instan dengan jumlah berlebihan dan dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan problem kesehatan seperti hipertensi dan penyumbatan pembuluh darah. "Krimer nabati tidak dapat dicerna secara sempurna oleh tubuh," ucap Subagio yang juga Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Jember itu.

Ia memperagakan percobaan kecil dengan tiga buah lilin, kemudian menaburkan krimer nabati di atas lilin tersebut. Hasilnya, nyala lilin semakin besar, bukan sebaliknya, mati. Api semakin membesar karena krimer nabati bersifat eksplosif (mudah meledak) yang tinggi dan tentunya kurang bagus untuk kesehatan, katanya.

Jadi terlalu banyak mengonsumsi kopi krimer, lanjut Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember itu, sama halnya dengan mengonsumsi kolesterol kering karena tidak bisa dicerna oleh tubuh.

Mendengar temuan ini, saya hanya bisa membayangkan “Semoga istilah ngopi dulu biar gak salah paham tidak luntur, “ Tetapi rasanya tidak enak jika pagi hari, tanpa ngopi di warung sambil membaca koran.

#
Kasus pertama saya ialah Kopi dioplos dengan susu
Keduanya kopi instan

Sama halnya dengan bir, kopi bukanlah jenis narkotika yang dilarang peredarannya. Meskipun saya sudah menjadi korbannya. Tetapi nasib kopi jauh lebih beruntung daripada bir. Bir dianggap pemerintah memabukkan dan merusak generasi muda, sehingga dilarang penjualannya di minimarket.


Seorang rekan, trainer kebugaran di salah satu pusat kebugaran di Surabaya, banyak memberikan tips mengenai pola hidup dan pola konsumsi kepada saya. Bukannya saya ingin mempunyai tubuh kekar seperti rekan saya yang sering menjuarai kontes binaraga, namun saya gelisah dengan banyaknya produk yang berbahaya bagi tubuh, seperti diabetes, kolesterol, jantung koroner, hipertensi dan lain-lain.

Hari ini, 9,1 juta penduduk Indonesia hidup dengan diabetes. Profesor Nam Cho, Ketua International Diabetes Federation untuk kawasan Asia Pasifik (IDF-WPR) mengatakan menempatkan Indonesia dalam posisi kelima dunia atau naik dua peringkat dari tahun lalu. Hanya dalam satu tahun, jumlah penderita diabetes di Indonesia melonjak 500 ribu orang. Diperkirakan pada 2035 nanti, ada sekitar 14,1 juta penduduk Indonesia yang menderita diabetes.

"Semua makanan dan minuman itu berbahaya jika tidak diimbangi dengan pola konsumsi dan hidup yang benar. Banyak orang lupa berolahraga, terlihat sehat tetapi di bagian perut terdapat gumpalan lemak yang bahaya dalam jangka waktu panjang menjadi sumber penyakit, " kata rekan saya itu.

Ya makanan, meskipun diawasi oleh Badan POM sekalipun, jika dikonsumsi secara berlebihan, apalagi konsumennya mengabaikan standart pola hidup sehat, secara berlahan dalam jangka waktu yang lama juga menjadi "pembunuh".

Tinggal di kota besar, kata Gubenur DKI Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama bisa membuat warganya menderita beragam penyakit. Alasannya, siklus kehidupan di kota yang sibuk tak mengizinkan warga memiliki waktu yang cukup untuk berolahraga. Apalagi dengan tingkat kemacetan yang memaksa para pekerja untuk berangkat lebih awal dan pulang ke rumah lebih lambat.

Untuk mencegah diabetes, Ahok berpesan kepada warganya untuk berolahragaIa menyarankan warga meluangkan waktu 10 menit untuk berolahraga ringan. Jenisnya mulai dari senam jantung, sit up, push up, hingga squat.

Ahok juga rutin mengkonsumsi buah dan jus segar. Dengan begitu, ia berujar bisa bebas menyantap makanan tanpa pantangan

#
Ahok pernah bilang, “salah bir dimana ?”

Saya bukanlah penggemar berat musik dangdut. Namun saya suka dengan lagu “Oplosan” Wiwik Sagita. Menurut saya lagu itu memberikan pencerahan juga referensi berbeda dari lagu Mirasantika yang dinyanyikan oleh Rhoma Irama.

Oplosan dan mirasantika memang memabukkan. Memabukkan itu merupakan perilaku penyalahgunaan dalam mengkonsumsi bir. Penyalahgunaan , dalam hal ini penyalahgunaan minuman beralkohol, merupakan proses, cara, perbuatan menyelewengkan untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak sebagaimana mestinya (Salim dan Salim, 1991). Chaplin (1999) menyebut penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan atau kondisi seseorang yang meminum-minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan meminum-minuman adalah baik jika sesuai aturan, namun apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik lagi.

The American Psychiatric Diagnostic and Statistical Manual (dikutip oleh Rivers, 1994) menyebutkan bahwa penyalahgunaan alkohol merupakan penyakit yang paling tidak dalam 1 bulan ke depan mengarah pada kerusakan sosial atau pekerjaan.

Dari definisi ini maka sebenarnya semua tergantung pada individu masing-masing. Perlu ada edukasi yang baik agar bijak dalam mengkonsumsi apapun juga. Kampanye hidup sehat, gerakan anti mabuk juga perlu digalakkan dibandingkan dengan membuat regulasi pelarangan penjualan minuman beralkohol yang justru memicu peredaran gelap alkohol illegal atau oplosan.