Cari

Kamis, 30 Juni 2016

Vaksin Palsu

Setelah belasan tahun lamanya mengedarkannya di beberapa rumah sakit swasta, pembuat vaksin palsu akhirnya dibekuk polisi. Khalayak ramai lazim ribut. Tidak ketinggalan pula Teuku Bahdar Johan, plt Kepala BPOM yang menyatakan vaksin palsu beredar karena masyarakat ingin harga murah.

Bukanlah hal yang baru jika pernyataan yang dibangun menggunakan logika hukum sebab – akibat yang absurd. Masyarakat dianggap sebagai penyebab yang mengakibatkan tindakan pidana kriminal.  

http://news.okezone.com/read/2016/06/28/337/1427537/bpom-vaksin-palsu-beredar-karena-masyarakat-ingin-harga-murah  

Kalau pemerintah cukuplah menyebut “Kecolongan….”


Sementara pasangan suami istri RA dan HT, yang ditangkap polisi dengan sejumlah barang bukti dan menjadi tersangka pembuat vaksin palsu, mendapatkan citra positif. Santun, agamais dan hidup bergelimang harta.


Ketua Avian Influenza Research Center (AIRC) Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Chairul Anwar Nidom sampai berkata  peredaran vaksin palsu ini bukanlah kriminal biasa, namun bisa dikategorikan tindakan bioterorisme. 

“Efek yang ditimbulkan dari bioterorisme ini bisa bertahun-tahun..." kata Nidom

Bioterorisme merupakan langkah dan strategi yang “menguntungkan” bagi kalangan teroris. Selain karena sasaran yang terkena hampir dipastikan akan menemui kematian, nuansa teror yang ditimbulkannya pun tidak kalah dengan teror dengan menggunakan bom biasa. Lebih dari itu serangan dengan bioterorisme tidak membahayakan bagi kalangan teroris itu sendiri.

Rakyat di beberapa negara di Afrika, misalnya, selalu dijadikan “kelinci percobaan” untuk pengujian hasil penemuan obat-obatan yang baru diproduksi oleh negara-negara Barat. Menurut salah satu ahli, Wang Xiang Jun, bisa jadi bahwa pengurangan populasi atau penduduk dengan jalan wabah penyakit dan perang adalah strategi equilibrium population. 

Amerika Serikat sendiri juga tidak luput dari serangan bioterorisme. Setidaknya pada tahun 1984, Kota Oregon diserang oleh kelompok radikal dengan menggunakan zat racun makanan salmonella untuk mencemari bar-bar salada dalam usaha untuk mempengaruhi pemilihan umum setempat. Kelompok teroris ini memilih zat untuk melumpuhkan bukan untuk mematikan, sehingga serangan mereka berhasil membuat sakit sebanyak 751 orang, tetapi tidak ada yang mati.

Kemudian dalam tahun 1994 dan 1995, empat pria Minnesota semuanya merupakan anggota kelompok ekstrim antipemerintah bernama Minnesota Patriot Council adalah orang-orang pertama yang dihukum karena memiliki sebuah zat biologis yang digunakan untuk senjata menurut UU Anti Terorisme Senjata-Senjata Biologis tahun 1989. Meski rencana Minnesota Patriot Council itu tidak pernah dilaksanakan, kelompok itu sangat dipengaruhi oleh ideologi ekstrimis sayap kanan Christian Identity, mirip dengan ideologi yang mendorong pengeboman Oklahoma City oleh mantan anggota tentara Angkatan Darat Amerika Serikat, Timmothy Mc Veigh


Tidak menutup kemungkinan aksi bioterorisme telah menyusup masuk parlemen. Targetnya pemusnahan massal generasi muda dengan "bom pembunuh" bernama oplosan. Agar oplosan tidak terkontrol peredarannya, maka kelompok ini diduga mempengaruhi parlemen membuat regulasi pelarangan minuman beralkohol yang justru menjadikan oplosan menjadi mesin efektif pembunuh nyawa. 

http://www.beritasatu.com/megapolitan/343354-wagub-dki-ruu-larangan-minol-picu-peredaran-minuman-oplosan.html

http://bali.bisnis.com/read/20160204/16/57186/larangan-minol-tak-efektif-picu-maraknya-oplosan

Minuman beralkohol berbeda dengan oplosan.

http://kabarkota.com/produsen-minuman-beralkohol-bukan-oplosan/

Semua orang “dihukum” tidak boleh lagi minum bir,  korban oplosan dianggap bodoh dan bersalah sehingga hukumannya kematian sementara yang lain tidak boleh lagi mengkonsumsi minuman beralkohol sama sekali.

Padahal semakin dilarang, semakin banyak penyalahgunaan obat, seperti dextro untuk oplosan.




Dextro dapat didapatkan di apotik dengan harga terjangkau. Dextro merupakan obat psikostimultan untuk meningkatkan nafsu makan dan menjaga stamina tubuh dari kelelahan. Selain Dextroamphetamine digunakan untuk pengobatan ADHD dan narkolepsi, juga bisa digunakan untuk obesitas eksogen dan obat anti depresi.

Dextro tidaklah dijual di warung yang menjual bir. Akan tetapi bir dianggap “bersalah” dan dilarang dijual demi moralitas generasi muda. Padahal persoalan moralitas yang dihadapi generasi muda saat ini ialah budaya korupsi.



Ada benernya jika Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menghimbau agar orang tua memberikan vaksin ulang pada anaknya pasca terungkapnya vaksin palsu. Semoga saja kelak dengan vaksin yang bagus, anak-anak penerus bangsa menjadi generasi sehat.  Sehat jasmani, analogi dan logikanya untuk menangkal setiap bahaya yang ada. 

Rabu, 22 Juni 2016

Jalak Bali

Zulkifli Hasan, Ketua Majelis Permusyawarakatan Rakyat (MPR) menegaskan Indonesia sudah mendesak untuk segera menerapkan UU Larangan Minuman Beralkohol untuk membatasi peredaran dan konsumsi minuman beralkohol.  



Regulasi memang dibutuhkan untuk menekan tingkat penyalahgunaan konsumsi alkohol illegal (tidak layak untuk diminum atau dikonsumsi) hingga menimbulkan kematian. Regulasi juga dibutuhkan agar  minuman beralkohol tradisional, seperti moke, arak, saguer dan lainnya yang selama ini terabaikan keberadaannya dapat diakui di pasar internasional seperti halnya sake Jepang dan Soju Korea.  



Zulkifli yang juga politisi dari Partai Amanat Nasional (PAN) dikenal sebagai sosok yang kaya pengalaman. Sebelum menjabat sebagai Ketua MPR, Zulkifli menjabat sebagai Menteri Kehutanan.

Tentunya Pak Zulkifli sangat ingat keberhasilan penangkaran jalak Bali (Leucopsar rothschildi) sebagai upaya menekan perburuan liar terhadap Jalak Bali di Taman Nasional Bali Barat.

Sejak tahun 1991, Jalak Bali masuk dalam kategori “kritis” (Critically Endangered) dalam Redlist IUCN.  Dalam konvensi perdagangan internasional CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of  Wild Fauna and Flora) Jalak Bali terdaftar pada Apendix I, yaitu kelompok yang terancam kepunahan dan dilarang untuk diperdagangkan.

Idealnya, pemerintah harus berupaya keras menjaga habitat Jalak Bali dari pencurian dan perburuan. Jalak Bali harus tetap berada di alam dan tidak masuk ke dalam penangkaran. Dengan alasan apapun, larangan diperdagangkan termasuk ditangkarkan demi menjaga dari kepunahan wajib dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia.

Namun faktanya berbeda. Semakin Jalak Bali diberitakan langka oleh media massa semakin tinggi perburuan dan semakin mahal pula harga burung Jalak Bali di pasaran. Demikian pula halnya, semakin dilarang maka semakin tinggi pula perburuan Jalak Bali.

Meskipun perdagangan jalak Bali di pasar burung masih dapat dijumpai, namun program penangkaran Jalak Bali yang dilakukan oleh masyarakat setempat, pemerintah daerah Bali bersama Asosiasi Penangkar Curik Bali (APCB) bisa menjadi solusi pelestarian burung Jalak Bali.
 
Penangkaran burung Jalak Bali dapat memberikan nilai ekonomi bagi masyarakat. Membuat harga burung Jalak Bali di pasaran stabil dan dampaknya perburuan pun berkurang. Mafia perdagangan illegal Jalak Bali pun dapat ditekan keberadaannya. Begitulah hukum pasarnya.

Sama halnya dengan minuman beralkohol. Semakin dilarang peredaran dan penjualannya, maka akan semakin tinggi pula peredaran alkohol illegal maupun oplosan di pasaran. Larangan minuman beralkohol juga menghidupkan mafia-mafia perdagangan gelap alkohol seperti halnya Alpacino di AS.

Oleh sebab itu, pemerintah menginginkan agar kata larangan dalam Rancangan Undang-Undang itu dihapuskan. Akan tetapi, PAN tetap bersikukuh menggunakan kata pelarangan dalam RUU itu.



Senin, 20 Juni 2016

Soldier of Fortune

Sudah sering kuceritakan padamu kisah : Manusia memang tidak pernah luput dari kesalahan. Begitu pula dengan Muhammad Nasir Djamil, politisi dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Anggota Komisi III DPR RI kelahiran Medan Sumatera Utara itu menyebutkan Tito Karnavian, Calon Kapolri pilihan Presiden Jokowi seperti lagunya Scorpion “Soldier of Fortune”.  



Sebagai pria penggemar musik rock seperti halnya Presiden Jokowi seharusnya Nasir cukup menyebut lagu “Soldier Of Fortune” itu dinyanyikan oleh Deep Purple, bukanlah Scorpion. (http://profil.merdeka.com/indonesia/m/muhammad-nasir-djamil/ )

Sudahlah jangan ditertawakan. Semua orang bisa saja salah. 

Pada tahun 2008 silam, S, seorang pengajar di salah satu Universitas di Cirebon sedang menjalani Uji Kepatutan dan Kelayakan Calon Hakim Mahkamah Konstitusi di depan anggota Komisi III DPR RI.  Gara-gara kurang teliti menuliskan kata judicial (yang ditulisnya Yudiicial) dan salah menyebutkan salah satu pasal di UUD 1945,  S harus mengangkat tas dan keluar ruangan padahal tak sampai 15 menit ia mempresentasikan makalahnya di depan anggota Komisi III DPR RI.  

S dianggap oleh beberapa anggota Komisi III DPR melakukan kesalahan fatal menyebut pasal dalam Undang-Undang. Saran saja. Lebih baik tidak tertawa karena ini menyangkut persoalan Undang-Undang.

Dalam Undang-Undang (UU) Nomer 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 41 menyebutkan dalam rangka melaksanakan tugas keamanan, Kepolisian dapat meminta bantuan Tentara Nasional Indonesia. Pasal ini menunjukkan bahwa antara polisi dan tentara merupakan dua institusi yang berbeda. Ini seperti yang diatur dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan peranan polisi dan tentara lebih lanjut diatur dalam Ketetapan MPR nomer VII tahun 2000.     

Lalu apakah maksud dari statement Nasir dari PKS yang menyebut Tito Karnavian, calon Kapolri sebagai “Soldier of Fortune” ?

Polisi adalah penjaga keamanan dan rasa aman masyarakat sebagaimana  tampil dari beragam motto polisi di dunia, seperti to combat crime (memerangi kejahatan), to protect and to serve (melindungi dan melayani) yang di Indonesia ditambah mengayomi.

Polisi bukan anggota tempur (combatant) sebagaimana militer. Polisi selama 24 jam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, termasuk dalam situasi perang. Tidak aneh bila saat televisi menayangkan berita perang di Timur Tengah, terlihat pula  polisi sedang mengatur lalu lintas. Norma kepolisian dunia memang menegaskan status polisi yang mirip anak-anak atau nenek-nenek. Mereka tak boleh ikut perang karena itu tidak boleh ditembak.

Tapi polisi dipersenjatai mengingat mereka aparat penegak hukum. Negara memberi kewenangan polisi untuk menggunakan kekerasan (termasuk senjata) secara sah. Sama seperti pegawai Bea dan Cukai, Kejaksaan, dan institusi lain yang diberi kewenangan serupa. Bedanya dari combatant seperti tentara, polisi menembak untuk melumpuhkan, sedangkan tentara menembak untuk membunuh (dalam situasi perang).

Dengan status itu saja, diklat kepolisian tidak boleh sama dengan diklat tentara. Polisi dilatih menggunakan peluru kosong, lalu peluru karet, baru peluru tajam, untuk mengatasi kerusuhan. Tentara tidak mungkin menembak musuh dengan peluru hampa.

Semoga ini bukan lelucon politik dari PKS....