Press Release
Makkasar,
28 Oktober 2015 - Pemerintah diharapkan segera mungkin mengambil kebijakan
khusus terkait peredaran oplosan (methanol) yang mengancam generasi muda di
tanah air dan mencoreng citra Indonesia di dunia internasional.
Demikian
salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam forum diskusi pengurangan dampak
buruk penyalahgunaan minuman beralkohol Pertemuan Nasional (Pernas) AIDS V di
Makkasar pada 26 – 29 Oktober 2015.
“Sudah
banyak korban jiwa meninggal akibat oplosan, akan tetapi hingga kini Kementerian
Kesehatan, Kementerian Sosial dan instansi terkait lainnya belum memiliki
sejumlah data terkait korban dan penyebab kematian korban, “ kata Rudhy
Wedhasmara Ketua Komunitas Masyarakat Anti Oplosan yang juga juru bicara forum
diskusi, Rabu (28/10).
Akibat
tidak ada data resmi dari pemerintah, kata Rudhy, ada pihak-pihak tertentu (--sebut
saja Gerakan Anti Miras yang dimotori oleh Fahira Idris--) yang mengungkapkan besaran
korban meninggal akibat minuman berakohol sebesar 18 ribu per tahunnya. Padahal
data itu tidak relevan dengan data konsumsi minuman beralkohol yang pernah dikeluarkan
oleh Kementerian Kesehatan yang menyebutkan konsumsi minuman beralkohol di
Indonesia rendah.
“Data
yang bisa dipertanggungjawabkan itu sangatlah penting karena menyangkut
tindakan yang diharapkan untuk mengatasi permasalahan yang menyangkut nyawa
manusia, “ kata Rudhy.
Rudhy
mengatakan forum diskusi juga mendesak agar kementerian Kesehatan membuat
standarisasi penanganan dan penyelamatan medis korban oplosan di Puskesmas dan
Rumah Sakit di seluruh Indonesia.
“Kita
berharap tidak hanya Puskesmas di Bali saja yang menjadi pilot project penanganan terpadu korban oplosan, akan tetapi juga
diterapkan di berbagai puskesmas yang ada, khususnya di Jawa Barat yang banyak
korban meninggal akibat oplosan, “ katanya.
Rekomendasi
lainnya yang disepakati oleh forum, lanjut Rudhy, termasuk standarisasi melalui
pengawasan hingga pembinaan terhadap
produsen minuman beralkohol tradisional dan peredaran minuman beralkohol
tradisional yang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat di Indonesia yang
beragam budaya dan adat.
“Polisi
dan aparat penegak hukum masih seringkali salah sasaran dalam mengoperasi dan melakukan
penyitaan sejumlah minuman beralkohol layak konsumsi. Akan tetapi jenis oplosan
yang mengandung racun (methanol) justru luput dari pengawasan dan razia, “
katanya.
Forum
diskusi, kata Rudhi juga mendesak instansi pemerintahan lain, seperti
Kementerian Sosial, Kementerian Desa dan instansi terkait lainnya mengambil
kebijakan serupa untuk melakukan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya oplosan dan
regulasi lain terkait masalah sosial yang ditimbulkan akibat peredaran oplosan.
“Buruknya
infrastuktur di perkotaan, kemiskinan, masalah ketenagakerjaan hingga masalah
perekonomian lainnya juga menjadi indikator penyalahgunaan minuman beralkohol
dan oplosan, “ katanya.
Rudhy
mengatakan edukasi bahaya oplosan dan penanganannya juga lebih penting daripada
membuat regulasi pelarangan dan pembatasan penjualan dan konsumsi minuman
beralkohol. Sebab regulasi anti minuman beralkohol justru akan menambah masalah
bagi peredaran minuman beralkohol di pasar gelap.
Selain
membahas masalah ancaman penyalahgunaan minuman beralkohol dan oplosan di
Indonesia, dalam Pernas AIDS V yang dihadiri oleh 1.000 peserta yang berasal
dari organisasi penggiat pencegahan dan penanganan HIV/AIDS dari berbagai
daerah di Indonesia itu juga membahas strategi dan kerjasama penanganan AIDS
dan penyebarannya di Indonesia. Pernas AIDS V yang mendapat dukungan dari badan
internasional, seperi UNESCO, WHO, ILO, UNICEF dan beberapa badan lainnya itu
mengusung tema “Saatnya Semua Bertindak”