Rudhy
Wedhasmara biasa dipanggil Sinyo, arek Menanggal Suroboyo.
Oleh : Indra Harsaputra
Setahun
lebih ia mengelola blog edualkohol.blogspot.com. Tak hanya melalui blog, ia
juga memiliki laman pendidikan alkohol dengan anggota lebih dari 400
facebookers. Tak sedikit tantangannya melawan stigma terkait minuman
beralkohol. Namun Sinyo tetap pada pendiriannya ; masyarakat membutuhkan sebuah
pendidikan yang benar-benar berkarakter.
Jujur
saja, saya agak malas menulis profil Sinyo, arek bonek Menanggal
Suroboyo itu. Jadi sayabercerita saja soal Sinyo dan beberapa
pandangannya mengenai terkait pendidikan alkohol yang digelutinya.
Sinyo
memang lahir di kampung Menanggal Surabaya. Kampung ini sangat lekat dengan
budaya sinoman. Sinoman dalam kamus Jawa atau “Bausastro Jawi”, karangan
WJS Poerwadarminta, berasal dari kata “Sinom”. Sinom artinya: pucuk daun, daun
asam muda, bentuk rumah limas yang tinggi dan lancip, nama tambang mocopat, dan
nama bentuk keris. Tetapi, jika kata Sinom mendapat tambahan akhiran “an”,
menjadi “Sinoman”, maka maknanya menjadi: anak muda yang menjadi peladen di
kampung saat acara hajatan, peladen pesta atau perhelatan, tolong menolong saat
mendirikan rumah, kerukunan dan gotong royong.
Istilah
sinoman sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. Sinoman muncul di
kampung-kampung seperti Raad Sinoman kampung Plampitan, Peneleh, Pandean,
jagalan, Undaan, Genteng, Bubutan, Maspati, Kawatan, Koblen, Tembok dan
sebagainya. Tidak kurang dari 20 Raad Sinoman waktu itu di Kota Surabaya.
Kata
“Raad” berasal dari bahasa Belanda, yang artinya: dewan. Waktu itu, masyarakat
Belanda di Kota Surabaya mendirikan “Gemeente Raad”, yaitu “Dewan Kotapraja”.
Gemeente Raad itu menentukan pajak-pajak yang harus dibayar oleh rakyat di kampung-kampung
yang disetorkan ke kantor Gemeente atau Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Nah,
agar rakyat Surabaya tidak diperlakukan sewenang-wenang, maka Raad Sinoman
dibentuk untuk mengimbangi dan melawan Gemeente Raad.
Seiring
perkembangan zaman, budaya sinoman memang mulai terkikis. Termasuk pola
perilaku konnsumsi minuman beralkohol anak-anak muda di Surabaya yang penggerak
sinoman. Jika dahulu minuman beralkohol untuk merekatkan hubungan persaudaraan
dan menjaga kerukunan serta identitas “Arek Suroboyo”, namun kini perilaku
mulai menyimpang.
Banyak
anak muda yang mengoplos oplosan. Januari 2014 lalu, setelah 17 korban
meninggal di Mojokerto, yang berjarak 50 kilometer dari Surabaya, tiga warga
Menanggal Surabaya tewas dan tiga lainnnya kritis setelah menenggak oplosan
cukrik. Meskipun sudah memakan korban, namun hingga kini cukrik tetap
dikonsumsi sembunyi-sembunyi di malam hari.
“Ada
beberapa anak muda korban oplosan di Surabaya yang sedang menjalani perawatan
rehabilitasi di rumah terapi yang saya kelola bersama rekan-rekan, “ cerita
Rudhy.
Tentu
saja, penanganan korban oplosan tak cukup dengan rehabilitasi saja. Tanpa
adanya edukasi yang memadai, maka korban akan terus berjatuhan dan tempat
rehabilitasi akan dipenuhi oleh korban oplosan.
Sejak
tahun 2014, Rudhy bersama rekan-rekannya pun membuat edukasi mengenai alkohol
melalui sebuah blog. Rudhy mengatakan ia memilih blog dibandingkan website
karena keterbatasan dana. Blog yang ia kelola murni dari swadaya
rekan-rekannya. Mereka yang bergabung dalam pendidikan itu justru bukan mereka
yang mengkonsumsi minuman beralkohol.
“Semangat
saya ialah pendidikan yang berkarakter dan dibutuhkan oleh masyarakat, bukan
atas tekanan politik maupun kepentingan golongan dan kelompok tertentu. Tetapi
bersumber pada suara publik yang selama ini tidak pernah di dengar oleh
pemerintah dan DPR, “ kata Rudhy.
Saat
ini, DPR sedang menggodog Rancangan Undang-Undang Minuman Beralkohol. Orang
yang menjual dan mengkonsumsi minuman beralkohol bakal di kriminalkan. Sementara,
pemerintah daerah membuat regulasi yang melarang dan membatasi penjualan
minuman beralkohol dengan dalih mendidik moral bangsa. Ada juga yang
memperbolehkan penjualan minuman beralkohol di tempat khusus dengan segala
aturan, seperti membayarkan retribusi dalam jumlah tinggi.
Pertanyaannya; apakah regulasi pelarangan dan pembatasan minuman
beralkohol mampu menurunkan korban meninggal akibat oplosan dan perilaku anak
muda untuk berkreasi mengoplos bahan berbahaya untuk mendapatkan efek mabuk ?
Kemudian apakah penarikan retribusi tinggi pada minuman beralkohol
mampu menekan peredaran minuman beralkohol illegal termasuk oplosan ?
Barusan
saja, anak saya, yang duduk di Taman kanak-kanak curhat sebelum pergi
sekolah. “Sekolah itu lebih suka menghukum. Tidak boleh terlambat
sekolah, harus mengerjakan pekerjaan rumah dan tidak boleh nakal, “
Di
hari yang sama juga,anak saya yang duduk di sekolah dasar bercerita “Temen saya
tidak boleh ikut ujian karena belum membayar uang sekolah, “
Saya
berkeyakinan, pendidikan alkohol yang dijalankan Rudhy bersama rekan-rekannya
tidak mungkin diajarkan dalam pendidikan formal. Setidaknya apa yang dilakukan
Rudhy dan kawan-kawan menunjukkan bahwa semangat sinoman di Surabaya masih ada
; jujur untuk mengatakan sesuatu tanpa kepentingan dan berbuat untuk cinta akan
lingkungannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar