Tahun 2012 lalu, tepatnya bulan Februari, Kapolda Sulut Brigjen Polisi
Dicky Atotoy menyerukan slogan “Brenti jo Bagate”, dalam dialek Manado
diartikan sebagai ajakan untuk berhenti dari mengkonsumsi minuman beralkohol tradisional
jenis Cap Tikus (CT) yang sering berujung pada tindak kekerasan dan kriminal. Terlepas
dari pro dan kontra, hingga saat ini masih banyak korban akibat penyalahgunaan
CT.
CT, bukan asing lagi bagi sebagian
besar masyarakat di Manado. Ia dikenal sebagai minuman tradisional masyarakat
di Minahasa.
“Kalo nintau bagate Cap Tikus
sama deng bencong jo! (Kalau tidak bisa minum Cap Tikus berarti banci alias
bukan laki-laki sejati.) “ kata salah satu lelaki dewasa berusia sekitar 35
tahun sambil menawarkan sebatang rokok kepada saya.
Malam itu, saya sengaja
memilih menikmati suasana di salah satu sudut kota Manado di malam hari. Itu karena saran dari rekan
saya, seorang trainer fitness dan beladiri di salah satu pusat kebugaran di
Surabaya yang asal Manado. Di sudut itu memang banyak warung yang menjual CT.
“Jika ada edukasi yang benar
mengenai minuman beralkohol mereka tidak akan sampai menjadi korban
penyalahgunaan, “ kata rekan saya yang sering mengikuti kontes binaragawan di
tingkat nasional itu.
Hingga saat ini, saya belum
menemukan referensi secara ilmiah mengenai penamaan Cap Tikus. Akan tetapi,
menurut beberapa catatan yang saya peroleh, istilah “cap tikus” muncul ketika
pasukan marinir Belanda mulai ditempatkan di Manado menjelang tahun 1900.
Karena mereka kekurangan minuman beralkohol asal Eropa seperti Bols, Jenever,
maka pedagang Cina-Manado membeli minuman beralkohol dari penduduk lokal lalu
dijual dalam botol dengan gambar seekor tikus.
Ada juga catatan lain dimana
waktu itu, waranei pasukan rakyat Tondano-Toulimambot suku Tondano dari pos
Papakelan sedang berpatroli mengawal pantai Timur Minahasa. Mereka kemudian
tergoda untuk berburu anoa hingga merasa lelah dan kehausan. Saat beristirahat
disebuah pohon, ada tetesan cairan dari atas pohon yang mengenai rambut kepala
dan mengalir ke bibir para waranei tersebut. Rasa cairan itu manis dan
menghilangkan dahaga. Kemudian pohon tersebut dipanjat dan mereka menemukan ada
bekas cakaran kuku tikus di dahan pohon. Kemudian berkembanglah cerita bahwa
pohon yang mengeluarkan air nira itu merupakan sarang tikus pohon.
Ada juga catatan lain yang menghubungkan
nama CT dengan salah satu marga orang Minahasa yang pertama kali membuat dan
memberikan “merek” minuman beralkohol CT.
CT, di masa lampau, masyarakat di
Minahasa mengkonsumsi Cap Tikus hanya untuk menghangatkan tubuh. Bukan untuk
mabuk. Beberapa daerah di Minahasa seperti Tondano, Tomohon, Sonder,
Modoinding, dan daerah-daerah pegunungan lainnya memang termasuk daerah
bercuaca lumayan dingin.
Dalam sebuah upacara naik
rumah baru, para penari Maengket menyanyi lagu Marambak untuk menghormati dewa
pembuat rumah, leluhur Tingkulendeng. Pada kegiataan seperti itu, maka sang
tuan rumah harus menyodorkan atau menyiapkan minuman Cap Tikus kepada Tonaas
pemimpin upacara adat naik rumah baru tersebut, sambil para penari menyanyikan “tuasan e sopi e maka wale”, yang
artinya kurang lebih adalah tuangkan Cap Tikus wahai tuan rumah.
Di tengah minimnya pengetahuan
hingga memunculkan perbuatan penyalahgunaan minuman beralkohol CT, minuman
tradisional ini sudah menjadi salah satu sumber pendapatan bagi banyak petani
dan pedagang sejak dahulu yang telah berhasil mengubah taraf hidupnya dan mampu
membiayai pendidikan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Bukan CT ataupun minuman
beralkohol yang menjadi “musuh” utama, akan tetapi bagaimana cara memerangi
penyalahgunaan minuman beralkohol yang memabukkan dan mengarah pada kegiatan
negative.
Penyalahgunaan , dalam hal ini
penyalahgunaan minuman beralkohol, merupakan proses, cara, perbuatan menyelewengkan
untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak
sebagaimana mestinya (Salim dan Salim, 1991). Chaplin (1999) menyebut
penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan atau kondisi seseorang yang
meminum-minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi terlalu banyak dan
dijadikan kebiasaan meminum-minuman adalah baik jika sesuai aturan, namun
apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik lagi.
The American Psychiatric
Diagnostic and Statistical Manual (dikutip oleh Rivers, 1994) menyebutkan bahwa
penyalahgunaan alkohol merupakan penyakit yang paling tidak dalam 1 bulan ke
depan mengarah pada kerusakan sosial atau pekerjaan.
Sebelum kami memulai melakukan
latihan Russian Twist Obliques, rekan saya berujar “Semua akan tidak sehat
ketika seluruh pola hidup sudah berubah, tidak lagi seimbang. Maka semua yang
masuk dalam tubuh berubah menjadi racun bagi tubuh, “
Anda peminum ?
"Satu sloki tambah darah, dua sloki nae darah, tiga sloki tumpah darah....." tutupnya.
(indraharsaputra05@yahoo.com)
Anda peminum ?
"Satu sloki tambah darah, dua sloki nae darah, tiga sloki tumpah darah....." tutupnya.
(indraharsaputra05@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar