Minuman Beralkohol
Tradisional (MBT) asal Indonesia seperti arak dan sopi mempunyai peluang cukup
tinggi untuk diekspor ke Korea Selatan. Oleh sebab itu, pemerintah perlu
memperhatikan standarisasi industri rumahan pembuatan minuman beralkohol
tradisional agar dapat bersaing dengan soju, makgeolli, ginseng wine dan
minuman alkohol lainnya.
Demikian dikatakan oleh
Ketua Forum Petani dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia (FPPMBI), Adi
Chrisianto dalam siaran persnya, Rabu
(3/3). Ia mengatakan permintaan minuman
beralkohol di Korea Selatan, yang menjalin hubungan sister city dengan Surabaya
dan mempunyai hubungan erat diplomatik dan bisnis dengan Indonesia, cukup
tinggi mengingat di negara ginseng itu mengenal empat musim.
“Sekarang di Korea
Selatan memasuki akhir dari musim dingin dengan suhu hingga minus 10 derajat. Tidak
sedikit orang Indonesia yang berkunjung kesana untuk bermain ski di Alpensia
Resort di Propinsi Gangwon-Do. Untuk menahan dingin mereka mencari minuman
beralkohol di minimarket dekat Holiday Inn, “ katanya.
Adi mengatakan minuman
beralkohol sangat mudah didapatkan di Korea Selatan. Semua minimarket di semua
sudut jalan propinsi di Korea Selatan menjual jenis bir lokal maupun bir merek
lain, vodka hingga soju.
“Sama halnya dengan di
Indonesia, penjualan minuman beralkohol dijual dalam rak terpisah dengan jenis
minuman lainnya. Akan tetapi disana tidak ada peringatan (21 +) seperti halnya
di Indonesia. Meskipun demikian anak dibawah umur tidak mengkonsumsi minuman
beralkohol karena peranan besar pendidikan terhadap generasi muda, “ katanya.
Adi mengatakan
peraturan kepada konsumen minuman beralkohol juga sangatlah ketat disana. Orang
yang mabuk tidak akan mengendarai mobil karena bisa terkena sanksi pelanggaran
lalu lintas. Demikian juga jika orang mabuk terlibat kriminalitas maka akan
ditindak berdasarkan kejahatannya.
“Di jalanan kota Seoul
saya menjumpai orang, ada perempuan dan lelaki yang berjalan sempoyongan dengan
mulut berbau alkohol. Namun mereka tidak menganggu dan enggan mengendarai
kendaraan bermotor. Angka kriminalitas di Korea Selatan sangat rendah meskipun
minuman beralkohol dijual bebas, “ katanya.
Dalam artikel yang
diterbitkan oleh kantor berita CNN tanggal 15 Maret 2013, lanjut Adi,
menuliskan laporannya bahwa Korea Selatan menempati peringkat nomor 7 dari 10
negara yang mereka pilih sebagai “World‟s
best drinking nations‟.
Laporan market
penjualan bir versi Lotte Mart mengutarakan bahwa penjualan bir impor di Korea
sejak tanggal 1 Juni hingga 27 Juni 2013 lalu mencapai 1,6 miliar won, yaitu
mengalami kenaikan sebesar 41% dari tahun sebelumnya, mengalahkan penjualan
wine bahkan soju, yang hanya mencapai 1,5 miliar won dan 1,45 miliar won. Ini
adalah pertama kalinya bir impor terjual lebih banyak dari wine dan soju dalam
basis hitungan bulan.
“Korea Selatan juga menempati
peringkat ke 27 tahun 2012 sebagai negara importir bir di dunia. Penyebabnya
adalah karena pengusaha bir lokal mendominasi pasar bir di Korea Selatan, yaitu
sekitar 94% dari nilai yang terjual di pasar, “ kata Adi.
Dua perusahaan
pondominasi pasar bir Korea Selatan adalah Oriental Brewery Company Co. Ltd.
(O.B.) yang menguasai 55,7% pasar bir lokal dan Hite-Jinro Co. yang menguasai
44,3% pasar bir lokal pada tahun 2012 lalu. Eksportir bir terbesar ke Korea
Selatan adalah Jepang di peringkat teratas, kemudian Belanda, Irlandia, Amerika
Serikat, dan China di peringkat selanjutnya.
“Bir Jepang banyak
digemari karena konon masyarakat Korea menyukai “dry” taste yang disuguhkan
oleh bir Jepang. Selisih nilai peringkat pertama dan kedua sangat besar,
menunjukkan betapa diminatinya bir asal negara Jepang di Korea Selatan.
Indonesia berada jauh tertinggal, yaitu di peringkat ke 24 sebagai negara
eksportir bir ke Korea Selatan, “
katanya.
Indonesia berada di
peringkat 55 sebagai eksportir bir di dunia pada tahun 2012 lalu, bisa dibilang
tidak termasuk “pemain” dalam bidang ekspor bir ini. Salah satu penyebabnya
adalah karena adanya peraturan dari pemerintah yang membatasi jumlah produksi
dan distribusi bir dalam negeri, sehingga akan sulit bagi Indonesia untuk
merangkak naik dalam peringkat ini
“Saya tidak pernah
menemui produk minuman beralkohol asal Indonesia disana. Padahal Indonesia
memiliki kekayaan dan keaneragaman pengolahan minuman beralkohol secara
tradisional di tiap-tiap daerahnya. Kemampuan mengolah minuman itu didapatkan
secara turun temurun. Bahkan menurut kitab Negarakertagama pembuatan minuman
beralkohol sudah dikenal zaman Majapahit, “ katanya.
Padahal abad 17, arak
asal Indonesia bernama Batavia Arrack menjadi lagenda di Asia hingga kepulauan Karibia mengalahkan rum dan scotch. Merek
itu sempat diulas koran The New York Times edisi minggu. Judulnya
"Out of the Blue : Batavia Arrack Comes Back".
“Agar minuman
beralkohol tradisional asal Indonesia dapat diterima oleh pasar Internasional
dan mendatangkan devisa dan kesejahteraan petani, maka pemerintah harus
melakukan pembinaan dan membantu permodalan. Bukan hanya dirazia dan dibunuh
berlahan lantaran diangggap menjadi biang kerok kasus kematian akibat oplosan, “
katanya.
Adi mengatakan
pembinaan itu meliputi standarisasi produksi dan kelayakan konsumsi hingga
mengawasi jalur distribusinya hingga perijinan agar tidak disalahgunakan yang
berakibat merugikan konsumen. Edukasi dan penegakan hukum pidana bagi pemabuk
dan penyalahgunaan minuman beralkohol diyakini mampu membawa arak dikenal
hingga Asia.
“Arak yang disadap
masyarakat Karangasem Bali maupun arak yang dibuat di Surabaya dan Tuban tidak
kalah dengan Soju ataupun Bokbunja
ju, fermentasi dari black raspherries. Harga arak Bali juga lebih murah
dibandingkan wine ginseng yang dijual dengan harga 40 ribu won (1 won = Rp 10,-), soju 1.500 won dan
tradisional wine Korea seharga 4.500 won, “ katanya.
Soju, kata Adi, juga dijual di restoran Korea Jakarta, Semarang dan
Surabaya dengan harga Rp 150 ribu per botolnya (330 ml). Padahal harga arak
Bali hanya Rp 10 ribu per 330 ml.
“Meskipun mahal, Soju banyak dicari di Indonesia. Sedangkan produk asli
Indonesia terus terkena razia dan sulit berkembang. Dengan pembinaan yang baik,
saya yakin produk asli Indonesia dapat bersaing dan mendatangkan kemakmuran, “
katanya.
wah keren ekspor ke korea
BalasHapusAXIS