Oleh Rudhy Wedhasmara
Beberapa minggu lalu, saya
membeli sebuah minuman kopi bercampur susu di sebuah warung kaki lima di
Surabaya. Setelah menengguk secangkir kopi itu, bukannya hilang rasa kantuk
saya, namun justru rasa mual yang saya derita.
Sambil menahan perut yang bagai dikocok-kocok, saya bertanya kepada penjual mengenai ramuan kopi susu itu. “Saya tidak tahu Mas, mungkin waktunya anda ke toilet, “ kata penjual sambil mengaduk gelas kopi lainnya pesanan pembeli.
#
Seorang rekan saya, Profesor
Ahmad Subagio yang juga peneliti di Universitas Jember Jawa Timur, baru-baru
ini mempublikasikan penelitiannya mengenai dampak buruk kopi instan bagi
kesehatan tubuh.
"Kandungan krimer nabati
yang ada di beberapa produk kopi instan berpotensi menimbulkan efek negatif
terhadap kesehatan khususnya hipertensi," katanya Januari 2015 lalu.
Mengonsumsi krimer nabati yang
ada di dalam kopi instan dengan jumlah berlebihan dan dalam jangka panjang
berpotensi menimbulkan problem kesehatan seperti hipertensi dan penyumbatan
pembuluh darah. "Krimer nabati tidak dapat dicerna secara sempurna oleh
tubuh," ucap Subagio yang juga Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit)
Universitas Jember itu.
Ia memperagakan percobaan
kecil dengan tiga buah lilin, kemudian menaburkan krimer nabati di atas lilin
tersebut. Hasilnya, nyala lilin semakin besar, bukan sebaliknya, mati. Api
semakin membesar karena krimer nabati bersifat eksplosif (mudah meledak) yang
tinggi dan tentunya kurang bagus untuk kesehatan, katanya.
Jadi terlalu banyak
mengonsumsi kopi krimer, lanjut Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas
Jember itu, sama halnya dengan mengonsumsi kolesterol kering karena tidak bisa
dicerna oleh tubuh.
Mendengar temuan ini, saya
hanya bisa membayangkan “Semoga istilah ngopi dulu biar gak salah paham tidak
luntur, “ Tetapi rasanya tidak enak jika pagi hari, tanpa ngopi di warung
sambil membaca koran.
#
Kasus pertama saya ialah Kopi dioplos
dengan susu
Keduanya kopi instan
Sama halnya dengan bir, kopi
bukanlah jenis narkotika yang dilarang peredarannya. Meskipun saya sudah
menjadi korbannya. Tetapi nasib kopi jauh lebih beruntung daripada bir. Bir
dianggap pemerintah memabukkan dan merusak generasi muda, sehingga dilarang
penjualannya di minimarket.
Seorang rekan, trainer kebugaran di salah satu pusat kebugaran di Surabaya, banyak memberikan tips mengenai pola hidup dan pola konsumsi kepada saya. Bukannya saya ingin mempunyai tubuh kekar seperti rekan saya yang sering menjuarai kontes binaraga, namun saya gelisah dengan banyaknya produk yang berbahaya bagi tubuh, seperti diabetes, kolesterol, jantung koroner, hipertensi dan lain-lain.
Hari ini, 9,1 juta penduduk Indonesia
hidup dengan diabetes. Profesor Nam Cho, Ketua International Diabetes
Federation untuk kawasan Asia Pasifik (IDF-WPR) mengatakan menempatkan Indonesia
dalam posisi kelima dunia atau naik dua peringkat dari tahun lalu. Hanya dalam
satu tahun, jumlah penderita diabetes di Indonesia melonjak 500 ribu orang.
Diperkirakan pada 2035 nanti, ada sekitar 14,1 juta penduduk Indonesia yang
menderita diabetes.
"Semua makanan dan
minuman itu berbahaya jika tidak diimbangi dengan pola konsumsi dan hidup yang
benar. Banyak orang lupa berolahraga, terlihat sehat tetapi di bagian perut
terdapat gumpalan lemak yang bahaya dalam jangka waktu panjang menjadi sumber
penyakit, " kata rekan saya itu.
Ya makanan, meskipun diawasi
oleh Badan POM sekalipun, jika dikonsumsi secara berlebihan, apalagi
konsumennya mengabaikan standart pola hidup sehat, secara berlahan dalam jangka
waktu yang lama juga menjadi "pembunuh".
Tinggal di kota besar, kata Gubenur
DKI Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama bisa membuat warganya menderita
beragam penyakit. Alasannya, siklus kehidupan di kota yang sibuk tak
mengizinkan warga memiliki waktu yang cukup untuk berolahraga. Apalagi dengan
tingkat kemacetan yang memaksa para pekerja untuk berangkat lebih awal dan
pulang ke rumah lebih lambat.
Untuk mencegah diabetes, Ahok
berpesan kepada warganya untuk berolahragaIa menyarankan warga meluangkan waktu
10 menit untuk berolahraga ringan. Jenisnya mulai dari senam jantung, sit up, push up, hingga squat.
Ahok juga rutin mengkonsumsi
buah dan jus segar. Dengan begitu, ia berujar bisa bebas menyantap makanan
tanpa pantangan
#
Ahok pernah bilang, “salah bir
dimana ?”
Saya bukanlah penggemar berat
musik dangdut. Namun saya suka dengan lagu “Oplosan” Wiwik Sagita. Menurut saya
lagu itu memberikan pencerahan juga referensi berbeda dari lagu Mirasantika
yang dinyanyikan oleh Rhoma Irama.
Oplosan dan mirasantika memang
memabukkan. Memabukkan itu merupakan perilaku penyalahgunaan dalam mengkonsumsi
bir. Penyalahgunaan , dalam hal ini penyalahgunaan minuman beralkohol,
merupakan proses, cara, perbuatan menyelewengkan untuk melakukan sesuatu yang
tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak sebagaimana mestinya (Salim dan
Salim, 1991). Chaplin (1999) menyebut penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan
atau kondisi seseorang yang meminum-minuman yang mengandung alkohol berkadar
tinggi terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan meminum-minuman adalah baik jika
sesuai aturan, namun apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik
lagi.
The American Psychiatric
Diagnostic and Statistical Manual (dikutip oleh Rivers, 1994) menyebutkan bahwa
penyalahgunaan alkohol merupakan penyakit yang paling tidak dalam 1 bulan ke
depan mengarah pada kerusakan sosial atau pekerjaan.
Dari definisi ini maka sebenarnya
semua tergantung pada individu masing-masing. Perlu ada edukasi yang baik agar
bijak dalam mengkonsumsi apapun juga. Kampanye hidup sehat, gerakan anti mabuk
juga perlu digalakkan dibandingkan dengan membuat regulasi pelarangan penjualan
minuman beralkohol yang justru memicu peredaran gelap alkohol illegal atau oplosan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar