
Dari Presiden Indonesia Susilo Bambang
Yudhoyono hingga Gubenur Jawa Timur, Soekarwo dan Wakil Gubenur Jawa Timur
Saifullah Yusuf melakukan jamuan "bersulang minuman beralkohol" untuk
menjalin komunikasi dan kerjasama strategis dengan pemimpin negara asing dan
perwakilan negara asing di Indonesia.

Minuman beralkohol menjadi jamuan antara Presiden RI ke-3 Prof.Dr.-Ing. B.J. Habibie yang hadir sebagai tamu kehormatan dan Ambassador Clemens von Goetze, Dirjen Politik Kemlu Jerman yang mewakili Pemerintah Jerman, ketika Indonesia merayakan Resepsi Diplomatik dalam rangka peringatan 67 Tahun Kemerdekaan RI dan juga 60 Tahun Hubungan RI-Jerman yang berlokasi di Hotel Adlon, Berlin pada 6 Semptember 2012 silam. Jamuan itu telah meletakkan fondasi hubungan dua bangsa dan juga perdamaian dunia dengan tulisan Jawa yang artinya "Sembahlah Tuhanmu dan Cintai Sesama Manusia" di Masjid Kubah Biru yang dibangunnya di atas tebing, tak jauh dari Istana Maxen, Jerman. Masjid Kubah Biru tersebut saat ini menjadi salah satu ikon kota Maxen dan juga daya tarik wisata disana.
Setelah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Himno Nacional de la República de Panamá berkumandang hikmat mengawali sambutan Dubes RI pertama untuk Republik Panama, Dwi Ayu Arimami, Menteri Luar Negeri Republik Panama, Y.M. Fernando Núñez Fábrega menyambut hangat ajakan bersulang untuk persahabatan abadi antara Indonesia dan Panama pada resepsi diplomatik, 28 Agustus 2013.
Minuman beralkohol juga menandai persahabatan antara Pemerintah Indonesia dengan Amerika. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo (dua kiri) bersama dengan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Scot
Marciel (kanan) didampingi Konsul Jenderal (Konjen) Amerika di Surabaya,
Kristen F Bauer (dua kanan), dan
Gubernur Bali, Made Mangku Pastika (kiri) bersulang saat perayaan hari
Kemerdekaan Amerika di Surabaya, Senin (4/7). Hari Kemerdekaan Amerika jatuh
setiap tanggal 4 Juli, dan tahun ini Amerika merayakan hari kemerdekaan yang
ke-235 tahun.


Terkait ekspor,
Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 sebesar 5,7
persen, jauh lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 yang hanya
mencapai 5,0 persen.
Setelah tiga bulan
berlalu, apakah terlihat tanda-tanda bahwa target pertumbuhan tersebut dapat
tercapai?
Berdasarkan
data dari berbagai sektor industri selama triwulan pertama 2015, pertumbuhan
ekonomi Indonesia secara umum menunjukkan pelambatan yang cukup serius. Bahkan
beberapa sektor industri mengalami penurunan kinerja yang cukup tajam, dandikhawatirkan
dapat memicu krisis ekonomi. Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Penerimaan
pajak pada triwulan I 2015 hanya mencapai Rp 198,23 triliun saja, jauh dibawah
realisasi penerimaan pajak pada triwulan I 2014 yang mencapai Rp 210,06
triliun, atau turun sekitar 5,63 persen. Dibandingkan dengan target penerimaan
pajak tahun 2015, realisasi penerimaan pajak pada triwulan I 2015 ini hanya
mencapai 15,32 persen saja. Hal ini mencerminkan terjadi penurunan (bukan hanya
pelambatan) pada aktivitas ekonomi sepanjang triwulan I 2015.
Ekspor pada
dua bulan pertama (Jan-Feb) 2015 turun 11,88 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Penurunan ekspor tersebut dipicu oleh penurunan ekspor non-migas
sebesar 9,22 persen dan ekspor migas sebesar 24,01 persen. Penurunan ekspor
non-migas yang sedemikian besarnya (9,22 persen) cukup mengkhawatirkan bagi
pembangunan ekonomi Indonesia.
Impor pada
dua bulan pertama (Jan-Feb) 2015 juga turun, yaitu 15,83 persen dibanding
periode yang sama tahun 2014. Namun demikian, impor non-migas hanya turun 6,32
persen, sedangkan impor migas turun 45,28 persen. Penurunan impor migas ini
dikhawatirkan hanya bersifat sementara dan akan menjadi defisit pada bulan-bulan
selanjutnya karena perbedaan waktu impor, mengingat Indonesia sudah menjadi
negara net importir minyak bumi.

Di samping
itu, kualitas peningkatan surplus perdagangan Jan-Feb 2015 tersebut cukup
mengkhawatirkan karena kinerja perdagangan non-migas pada 2015 turun dibanding
2014: neraca perdagangan non-migas Jan-Feb 2014 mengalami surplus 2,18 miliar
dolar AS, tetapi kemudian turun menjadi 1,35 miliar dolar AS pada periode yang
sama 2015.
Di tengah
hingar bingar peringatan 60 tahun Konfrensi Asia Afrika, di Jakarta dan Bandung,
19-24 April 2015. Presiden Jokowi, dalam pidatonya menyoroti keseimbangan
ekonomi dunia. Presiden yang diusung oleh PDIP itu menyatakan dominasi
negara-negara kaya atas negara-negara miskin.

Ernest
Bower, peneliti Center for Strategic and International Studies Washington DC,
menilai pidato tersebut menunjukkan Presiden Jokowi tidak konsisten.

"Ini
murni politik simbol," kata dia. "Apa yang Anda lihat sedang terjadi
adalah adanya kelompok yang senang main hakim sendiri sedang memperalat hukum
untuk mengumpulkan kekuasaan agar terpusat di tangan mereka dan menghancurkan
berbagai tempat. Itu yang membuat masalahnya jadi problematis," tutur dia.
Buehler tidak menyebut nama kelompok dimaksud.
Regulasi
larangan menjual bir telah memunculkan protes keras di kalangan pedagang eceran
karena dinilai aturan ini tidak pro rakyat, seperti jargon Presiden Jokowi.
Regulasi itu dinilai mementingkan pemodal besar.

#Sumber foto : antara, Indopos, Jibi, kabarbisnis.com dan berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar