Ratusan
petani dan produsen arak Bali yang tergabung dalam Paguyuban Petani Kelapa dan
Produsen Arak se- Bali menolak Rancangan Undang-Undang minuman beralkohol yang
akan disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR RI pada Juni 2016 mendatang.
"Aturan
ini tidak adil dan merugikan kami. Selama ini kami berjuang mencari nafkah
sendiri tanpa bantuan sama sekali. Bahkan sejak tahun 2006, kami selalu
memberikan "upeti" kepada kepolisian agar arak bisa dikirim untuk
keperluan ritual di Bali, " kata Koordinator Paguyuban Petani Kelapa dan
Produsen Arak se-Bali, Ketut Jaya Aryawan, Selasa (29/12).
Bahkan,
kata Ketut, banyak produsen arak yang terpaksa mengeluarkan uang sebesar Rp 5
juta kepada kepolisian agar tidak masuk penjara.
"Kami
dianggap mirip bandar narkoba. Oleh karena itu, kami biasanya mengirim arak
pada pagi petang untuk "menghormati" polisi, sebab kalau mengangkut
arak pada siang hari itu "mengundang" polisi, " katanya.
Ketut
mengakui pihaknya tidak pernah membaca dan mengetahui pasal larangan penjualan
arak dalam perundangan di Indonesia. Agar bisa kembali berjualan untuk mencari
nafkah buat keluarganya, satu-satunya jalan ialah menyuap petugas kepolisian.
"Kamu
tidak merugikan orang lain. Anda bisa lihat desa kami aman meskipun menjadi
tempat produksi arak. Tidak ada kriminal disini. Bahkan tidak ada pernah arak
mematikan orang, " katanya.
Ketut
mengatakan banyaknya korban meninggal karena oplosan membuat produksi arak
menurun drastis karena banyaknya razia yang dilakukan polisi.
"Pendapatan
kami menurun 50 persen gara - gara perilaku orang yang salah dalam mengkonsumsi
minuman beralkohol. Ini tidak adil. Oplosan tidak dilarang, kok malah kami yang
dilarang, " katanya.
Paguyupan
Petani Kelapa dan Produsen Arak se-Bali sendiri dibentuk di desa Tri Eka Buana,
Karangasem Bali pada 29 Desember 2015. Mayoritas penduduk di desa Tri Eka Buana
sendiri memproduksi arak Bali secara tradisional.
"Kami
akan menjalin komunikasi dengan produsen arak lain di Medan dan daerah lain,
termasuk petani siwalan untuk tuak di Tuban untuk bersama-sama menolak RUU
Minol, " katanya.
Ketut
mengatakan jika RUU Minol ini diberlakukan maka ribuan petani kelapa dan
siwalan akan kehilangan pekerjaan.
"Banyak
anak-anak petani dan produsen minuman beralkohol tradisional yang putus
sekolah. Kamu mau makan apa nanti,
"
katanya.
Ketut
mengatakan pihaknya setuju jika regulasi mengenai minuman beralkohol itu
dikuasai oleh negara bukan oleh sekelompok preman yang ingin menguasai pasar
minuman beralkohol. Caranya yaitu dengan pengawasan dan pembinaan bagi produsen
Minuman Beralkohol Tradisional agar mampu memproduksi arak sesuai standart
konsumsi di Indonesia.
"Jika
arak dilarang dijual maka penjualan oplosan meningkat dan semakin banyak korban
tewas akibat oplosan, " katanya.
Informasi
lebih lanjut
Ketut
Jaya aryawan -- 0813533541333
Tidak ada komentar:
Posting Komentar