Cari

Selasa, 27 Oktober 2015

Indonesia Dibawah Ancaman Oplosan : Kebijakan Khusus Pemeritah Sudah Mendesak

Press Release
Makkasar, 28 Oktober 2015 - Pemerintah diharapkan segera mungkin mengambil kebijakan khusus terkait peredaran oplosan (methanol) yang mengancam generasi muda di tanah air dan mencoreng citra Indonesia di dunia internasional.


Demikian salah satu rekomendasi yang dihasilkan dalam forum diskusi pengurangan dampak buruk penyalahgunaan minuman beralkohol Pertemuan Nasional (Pernas) AIDS V di Makkasar pada 26 – 29 Oktober 2015.

“Sudah banyak korban jiwa meninggal akibat oplosan, akan tetapi hingga kini Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial dan instansi terkait lainnya belum memiliki sejumlah data terkait korban dan penyebab kematian korban, “ kata Rudhy Wedhasmara Ketua Komunitas Masyarakat Anti Oplosan yang juga juru bicara forum diskusi, Rabu (28/10).

Akibat tidak ada data resmi dari pemerintah, kata Rudhy, ada pihak-pihak tertentu (--sebut saja Gerakan Anti Miras yang dimotori oleh Fahira Idris--) yang mengungkapkan besaran korban meninggal akibat minuman berakohol sebesar 18 ribu per tahunnya. Padahal data itu tidak relevan dengan data konsumsi minuman beralkohol yang pernah dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan yang menyebutkan konsumsi minuman beralkohol di Indonesia rendah.

“Data yang bisa dipertanggungjawabkan itu sangatlah penting karena menyangkut tindakan yang diharapkan untuk mengatasi permasalahan yang menyangkut nyawa manusia, “ kata Rudhy.

Rudhy mengatakan forum diskusi juga mendesak agar kementerian Kesehatan membuat standarisasi penanganan dan penyelamatan medis korban oplosan di Puskesmas dan Rumah Sakit di seluruh Indonesia.

“Kita berharap tidak hanya Puskesmas di Bali saja yang menjadi pilot project penanganan terpadu korban oplosan, akan tetapi juga diterapkan di berbagai puskesmas yang ada, khususnya di Jawa Barat yang banyak korban meninggal akibat oplosan, “ katanya.

Rekomendasi lainnya yang disepakati oleh forum, lanjut Rudhy, termasuk standarisasi melalui pengawasan hingga pembinaan  terhadap produsen minuman beralkohol tradisional dan peredaran minuman beralkohol tradisional yang sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat di Indonesia yang beragam budaya dan adat.

“Polisi dan aparat penegak hukum masih seringkali salah sasaran dalam mengoperasi dan melakukan penyitaan sejumlah minuman beralkohol layak konsumsi. Akan tetapi jenis oplosan yang mengandung racun (methanol) justru luput dari pengawasan dan razia, “ katanya.

Forum diskusi, kata Rudhi juga mendesak instansi pemerintahan lain, seperti Kementerian Sosial, Kementerian Desa dan instansi terkait lainnya mengambil kebijakan serupa untuk melakukan edukasi  kepada masyarakat mengenai bahaya oplosan dan regulasi lain terkait masalah sosial yang ditimbulkan akibat peredaran oplosan.

“Buruknya infrastuktur di perkotaan, kemiskinan, masalah ketenagakerjaan hingga masalah perekonomian lainnya juga menjadi indikator penyalahgunaan minuman beralkohol dan oplosan, “ katanya.

Rudhy mengatakan edukasi bahaya oplosan dan penanganannya juga lebih penting daripada membuat regulasi pelarangan dan pembatasan penjualan dan konsumsi minuman beralkohol. Sebab regulasi anti minuman beralkohol justru akan menambah masalah bagi peredaran minuman beralkohol di pasar gelap.

Selain membahas masalah ancaman penyalahgunaan minuman beralkohol dan oplosan di Indonesia, dalam Pernas AIDS V yang dihadiri oleh 1.000 peserta yang berasal dari organisasi penggiat pencegahan dan penanganan HIV/AIDS dari berbagai daerah di Indonesia itu juga membahas strategi dan kerjasama penanganan AIDS dan penyebarannya di Indonesia. Pernas AIDS V yang mendapat dukungan dari badan internasional, seperi UNESCO, WHO, ILO, UNICEF dan beberapa badan lainnya itu mengusung tema “Saatnya Semua Bertindak”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar