Cari

Minggu, 13 Maret 2016

Orang Flores di Surabaya Terancam Tak Bisa Minum Moke

Komunitas masyarakat Flores Manggarai yang bermukim di kota Pahlawan Surabaya, terancam kehilangan budaya mengkonsumsi minuman beralkohol tradisional moke yang diakui nenek moyangnya sebagai minuman adat dan kesehatan. Ini setelah Pansus Minuman Beralkohol Dewan Pimpinan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya memutuskan melarang total penjualan minuman beralkohol di Surabaya.

Bagi masyarakat Manggarai, minuman moke adalah minuman wajib dalam setiap pesta adat, seperti upcara tua kalok (upacara adat untuk beramai-ramai minum moke sebagai simbol pernyataan kesepakatan). Juga Roko Molas Poco (tradisi gotong royong pembangunan rumah adat atau rumah orang Flores). Moke atau arak Flores juga digunakan untuk menyambut kedatangan tamu dan kegiatan keagamaan, seperti upacara Teing Hang (ritual syukur kepada arwah nenek moyang yang telah meninggal dan memohon berkah pada tahun baru).

Moke juga biasanya dihidangkan pada saat Natal.  

Moke merupakan minuman tradisional asal Flores, yang terbuat dari hasil penyulingan buah dan bunga pohon lontar maupun enau. Pembuatan moke dilakukan di kebun-kebun masyarakat dengan menggunakan wadah-wadah tradisional seperti periuk tanah untuk memasaknya. Pembuatan moke memerlukan keuletan, kesabaran dan keahlian khusus untuk menghasilkan minuman yang berkualitas.

Tidak hanya komunitas Flores, masyarakat Bali yang bermukim di kota Surabaya yang dikenal sebagai miniatur Bhineka Tunggal Ika juga terancam tak bisa menjalankan ritual keagamaan.

Masyarakat Bali sangat percaya bahwa arak Bali dilindungi oleh kekuatan Dewa Arak Api atau biasa disebut Ida Bhatara Arak Api yang berstana di sebuah pura keluarga atau dadia yang bernama Njung Pura. Ada kepercayaan, Ida Bhatara Arak Api murka dan bisa menghukum si penghina dan pencela arak buatan warga Karangasem (Merita) Bali.

Arak Bali sering dipakai masyarakat Bali di Surabaya sebagai kebutuhan ritual keagamaan. Selain untuk keperluan ritual keagamaan, arak Bali juga dikenal sebagai minuman kesehatan masyarakat.

Keputusan Pansus Raperda Minuman Beralkohol DPRD Kota Surabaya yang melarang secara total penjualan minuman beralkohol di semua lokasi di kota Surabaya merupakan langkah mundur dari sikap perjuangan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini dalam melindungi keberagaman di kota Surabaya.

Tri Rismaharini, dalam debat Pemilihan Kepala Daerah Surabaya yang digelar di Hotel Shangri-la Surabaya pada 6 November 2015 lalu menyatakan Surabaya sebagai kota miniatur dunia, sebagai Indonesia kecil, juga sebagai kota yang mengayomi keberagaman kebhinnekaan etnis dan berbagai kelompok.

Komitmen Tri Rismaharini memperjuangkan dan menjaga keberagaman budaya dan adat suku di kota Surabaya juga tampak pada peringatan Hari Jadi Kota Surabaya tahun 2015 lalu. Saat itu, Risma memilih tema Semarak Surabaya Keberagaman Budaya' dalam Upacara Hari Jadi Kota Surabaya HJKS ke-722.

1 komentar: