Cari

Rabu, 02 Maret 2016

Peluang Ekspor Arak Indonesia ke Korea Selatan


Minuman Beralkohol Tradisional (MBT) asal Indonesia seperti arak dan sopi mempunyai peluang cukup tinggi untuk diekspor ke Korea Selatan. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memperhatikan standarisasi industri rumahan pembuatan minuman beralkohol tradisional agar dapat bersaing dengan soju, makgeolli, ginseng wine dan minuman alkohol lainnya.

Demikian dikatakan oleh Ketua Forum Petani dan Produsen Minuman Berfermentasi Indonesia (FPPMBI), Adi Chrisianto  dalam siaran persnya, Rabu (3/3).  Ia mengatakan permintaan minuman beralkohol di Korea Selatan, yang menjalin hubungan sister city dengan Surabaya dan mempunyai hubungan erat diplomatik dan bisnis dengan Indonesia, cukup tinggi mengingat di negara ginseng itu mengenal empat musim.

“Sekarang di Korea Selatan memasuki akhir dari musim dingin dengan suhu hingga minus 10 derajat. Tidak sedikit orang Indonesia yang berkunjung kesana untuk bermain ski di Alpensia Resort di Propinsi Gangwon-Do. Untuk menahan dingin mereka mencari minuman beralkohol di minimarket dekat Holiday Inn, “ katanya.

Adi mengatakan minuman beralkohol sangat mudah didapatkan di Korea Selatan. Semua minimarket di semua sudut jalan propinsi di Korea Selatan menjual jenis bir lokal maupun bir merek lain, vodka hingga soju.

“Sama halnya dengan di Indonesia, penjualan minuman beralkohol dijual dalam rak terpisah dengan jenis minuman lainnya. Akan tetapi disana tidak ada peringatan (21 +) seperti halnya di Indonesia. Meskipun demikian anak dibawah umur tidak mengkonsumsi minuman beralkohol karena peranan besar pendidikan terhadap generasi muda, “ katanya.

Adi mengatakan peraturan kepada konsumen minuman beralkohol juga sangatlah ketat disana. Orang yang mabuk tidak akan mengendarai mobil karena bisa terkena sanksi pelanggaran lalu lintas. Demikian juga jika orang mabuk terlibat kriminalitas maka akan ditindak berdasarkan kejahatannya.

“Di jalanan kota Seoul saya menjumpai orang, ada perempuan dan lelaki yang berjalan sempoyongan dengan mulut berbau alkohol. Namun mereka tidak menganggu dan enggan mengendarai kendaraan bermotor. Angka kriminalitas di Korea Selatan sangat rendah meskipun minuman beralkohol dijual bebas, “ katanya.

Dalam artikel yang diterbitkan oleh kantor berita CNN tanggal 15 Maret 2013, lanjut Adi, menuliskan laporannya bahwa Korea Selatan menempati peringkat nomor 7 dari 10 negara yang mereka pilih sebagai  “World‟s best drinking nations‟.

Laporan market penjualan bir versi Lotte Mart mengutarakan bahwa penjualan bir impor di Korea sejak tanggal 1 Juni hingga 27 Juni 2013 lalu mencapai 1,6 miliar won, yaitu mengalami kenaikan sebesar 41% dari tahun sebelumnya, mengalahkan penjualan wine bahkan soju, yang hanya mencapai 1,5 miliar won dan 1,45 miliar won. Ini adalah pertama kalinya bir impor terjual lebih banyak dari wine dan soju dalam basis hitungan bulan.

“Korea Selatan juga menempati peringkat ke 27 tahun 2012 sebagai negara importir bir di dunia. Penyebabnya adalah karena pengusaha bir lokal mendominasi pasar bir di Korea Selatan, yaitu sekitar 94% dari nilai yang terjual di pasar, “ kata Adi.

Dua perusahaan pondominasi pasar bir Korea Selatan adalah Oriental Brewery Company Co. Ltd. (O.B.) yang menguasai 55,7% pasar bir lokal dan Hite-Jinro Co. yang menguasai 44,3% pasar bir lokal pada tahun 2012 lalu. Eksportir bir terbesar ke Korea Selatan adalah Jepang di peringkat teratas, kemudian Belanda, Irlandia, Amerika Serikat, dan China di peringkat selanjutnya.

“Bir Jepang banyak digemari karena konon masyarakat Korea menyukai “dry” taste yang disuguhkan oleh bir Jepang. Selisih nilai peringkat pertama dan kedua sangat besar, menunjukkan betapa diminatinya bir asal negara Jepang di Korea Selatan. Indonesia berada jauh tertinggal, yaitu di peringkat ke 24 sebagai negara eksportir bir ke Korea Selatan,  “ katanya.

Indonesia berada di peringkat 55 sebagai eksportir bir di dunia pada tahun 2012 lalu, bisa dibilang tidak termasuk “pemain” dalam bidang ekspor bir ini. Salah satu penyebabnya adalah karena adanya peraturan dari pemerintah yang membatasi jumlah produksi dan distribusi bir dalam negeri, sehingga akan sulit bagi Indonesia untuk merangkak naik dalam peringkat ini

“Saya tidak pernah menemui produk minuman beralkohol asal Indonesia disana. Padahal Indonesia memiliki kekayaan dan keaneragaman pengolahan minuman beralkohol secara tradisional di tiap-tiap daerahnya. Kemampuan mengolah minuman itu didapatkan secara turun temurun. Bahkan menurut kitab Negarakertagama pembuatan minuman beralkohol sudah dikenal zaman Majapahit, “ katanya.

Padahal abad 17, arak asal Indonesia bernama Batavia Arrack menjadi lagenda di Asia hingga kepulauan Karibia mengalahkan rum dan scotch. Merek itu sempat diulas koran The New York Times edisi minggu. Judulnya "Out of the Blue : Batavia Arrack Comes Back".

“Agar minuman beralkohol tradisional asal Indonesia dapat diterima oleh pasar Internasional dan mendatangkan devisa dan kesejahteraan petani, maka pemerintah harus melakukan pembinaan dan membantu permodalan. Bukan hanya dirazia dan dibunuh berlahan lantaran diangggap menjadi biang kerok kasus kematian akibat oplosan, “ katanya.

Adi mengatakan pembinaan itu meliputi standarisasi produksi dan kelayakan konsumsi hingga mengawasi jalur distribusinya hingga perijinan agar tidak disalahgunakan yang berakibat merugikan konsumen. Edukasi dan penegakan hukum pidana bagi pemabuk dan penyalahgunaan minuman beralkohol diyakini mampu membawa arak dikenal hingga Asia.

“Arak yang disadap masyarakat Karangasem Bali maupun arak yang dibuat di Surabaya dan Tuban tidak kalah dengan Soju ataupun Bokbunja ju, fermentasi dari black raspherries. Harga arak Bali juga lebih murah dibandingkan wine ginseng yang dijual dengan harga 40 ribu won (1 won = Rp 10,-), soju 1.500 won dan tradisional wine Korea seharga 4.500 won, “ katanya.

Soju, kata Adi, juga dijual di restoran Korea Jakarta, Semarang dan Surabaya dengan harga Rp 150 ribu per botolnya (330 ml). Padahal harga arak Bali hanya Rp 10 ribu per 330 ml.

“Meskipun mahal, Soju banyak dicari di Indonesia. Sedangkan produk asli Indonesia terus terkena razia dan sulit berkembang. Dengan pembinaan yang baik, saya yakin produk asli Indonesia dapat bersaing dan mendatangkan kemakmuran, “ katanya.


1 komentar: