Cari

Sabtu, 11 April 2015

Bir dan Kopi, Anggapan Memabukkan hingga Ancaman Diabetes

Beberapa hari terakhir, di sejumlah media massa di Indonesia dan luar negeri, diramaikan oleh pemberitaan mengenai regulasi larangan menjual bir di minimarket yang dikeluarkan oleh Menteri Perdagangan Rachmad Gobel. Alasan dari pelarangan itu ialah melindungi generasi muda dari bahasa oplosan dan minuman keras.

Oleh Rudhy Wedhasmara

Beberapa minggu lalu, saya membeli sebuah minuman kopi bercampur susu di sebuah warung kaki lima di Surabaya. Setelah menengguk secangkir kopi itu, bukannya hilang rasa kantuk saya, namun justru rasa mual yang saya derita.

Sambil menahan perut yang bagai dikocok-kocok, saya bertanya kepada penjual mengenai ramuan kopi susu itu. “Saya tidak tahu Mas, mungkin waktunya anda ke toilet, “ kata penjual sambil mengaduk gelas kopi lainnya pesanan pembeli.

Presiden Jokowi, Menteri Perdagangan Rachmad Gobel menerima jamuan sake di Istana Jepang. Sedangkan di dalam negeri, korban miras oplosan berjatuhan sementara penjualan bir dilarang dijual minimarket dan eceran. 
Singkat cerita, penyebab rasa mual di pagi itu, ternyata produk susu kaleng yang menjadi campuran kopi sudah kadaluwarsa. Lupakan ! memang bener seharusnya saya hanya minum kopi tanpa campuran. “Ngopi dulu biar gak salah paham” agaknya memang benar. Saya bergegas naik kendaraan saya, pulang ke rumah untuk  menyembuhkan rasa mual-mual yang "gak karuan" itu selama beberapa hari.

#
Seorang rekan saya, Profesor Ahmad Subagio yang juga peneliti di Universitas Jember Jawa Timur, baru-baru ini mempublikasikan penelitiannya mengenai dampak buruk kopi instan bagi kesehatan tubuh.

"Kandungan krimer nabati yang ada di beberapa produk kopi instan berpotensi menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan khususnya hipertensi," katanya Januari 2015 lalu.

Mengonsumsi krimer nabati yang ada di dalam kopi instan dengan jumlah berlebihan dan dalam jangka panjang berpotensi menimbulkan problem kesehatan seperti hipertensi dan penyumbatan pembuluh darah. "Krimer nabati tidak dapat dicerna secara sempurna oleh tubuh," ucap Subagio yang juga Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) Universitas Jember itu.

Ia memperagakan percobaan kecil dengan tiga buah lilin, kemudian menaburkan krimer nabati di atas lilin tersebut. Hasilnya, nyala lilin semakin besar, bukan sebaliknya, mati. Api semakin membesar karena krimer nabati bersifat eksplosif (mudah meledak) yang tinggi dan tentunya kurang bagus untuk kesehatan, katanya.

Jadi terlalu banyak mengonsumsi kopi krimer, lanjut Dosen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember itu, sama halnya dengan mengonsumsi kolesterol kering karena tidak bisa dicerna oleh tubuh.

Mendengar temuan ini, saya hanya bisa membayangkan “Semoga istilah ngopi dulu biar gak salah paham tidak luntur, “ Tetapi rasanya tidak enak jika pagi hari, tanpa ngopi di warung sambil membaca koran.

#
Kasus pertama saya ialah Kopi dioplos dengan susu
Keduanya kopi instan

Sama halnya dengan bir, kopi bukanlah jenis narkotika yang dilarang peredarannya. Meskipun saya sudah menjadi korbannya. Tetapi nasib kopi jauh lebih beruntung daripada bir. Bir dianggap pemerintah memabukkan dan merusak generasi muda, sehingga dilarang penjualannya di minimarket.


Seorang rekan, trainer kebugaran di salah satu pusat kebugaran di Surabaya, banyak memberikan tips mengenai pola hidup dan pola konsumsi kepada saya. Bukannya saya ingin mempunyai tubuh kekar seperti rekan saya yang sering menjuarai kontes binaraga, namun saya gelisah dengan banyaknya produk yang berbahaya bagi tubuh, seperti diabetes, kolesterol, jantung koroner, hipertensi dan lain-lain.

Hari ini, 9,1 juta penduduk Indonesia hidup dengan diabetes. Profesor Nam Cho, Ketua International Diabetes Federation untuk kawasan Asia Pasifik (IDF-WPR) mengatakan menempatkan Indonesia dalam posisi kelima dunia atau naik dua peringkat dari tahun lalu. Hanya dalam satu tahun, jumlah penderita diabetes di Indonesia melonjak 500 ribu orang. Diperkirakan pada 2035 nanti, ada sekitar 14,1 juta penduduk Indonesia yang menderita diabetes.

"Semua makanan dan minuman itu berbahaya jika tidak diimbangi dengan pola konsumsi dan hidup yang benar. Banyak orang lupa berolahraga, terlihat sehat tetapi di bagian perut terdapat gumpalan lemak yang bahaya dalam jangka waktu panjang menjadi sumber penyakit, " kata rekan saya itu.

Ya makanan, meskipun diawasi oleh Badan POM sekalipun, jika dikonsumsi secara berlebihan, apalagi konsumennya mengabaikan standart pola hidup sehat, secara berlahan dalam jangka waktu yang lama juga menjadi "pembunuh".

Tinggal di kota besar, kata Gubenur DKI Jakarta, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama bisa membuat warganya menderita beragam penyakit. Alasannya, siklus kehidupan di kota yang sibuk tak mengizinkan warga memiliki waktu yang cukup untuk berolahraga. Apalagi dengan tingkat kemacetan yang memaksa para pekerja untuk berangkat lebih awal dan pulang ke rumah lebih lambat.

Untuk mencegah diabetes, Ahok berpesan kepada warganya untuk berolahragaIa menyarankan warga meluangkan waktu 10 menit untuk berolahraga ringan. Jenisnya mulai dari senam jantung, sit up, push up, hingga squat.

Ahok juga rutin mengkonsumsi buah dan jus segar. Dengan begitu, ia berujar bisa bebas menyantap makanan tanpa pantangan

#
Ahok pernah bilang, “salah bir dimana ?”

Saya bukanlah penggemar berat musik dangdut. Namun saya suka dengan lagu “Oplosan” Wiwik Sagita. Menurut saya lagu itu memberikan pencerahan juga referensi berbeda dari lagu Mirasantika yang dinyanyikan oleh Rhoma Irama.

Oplosan dan mirasantika memang memabukkan. Memabukkan itu merupakan perilaku penyalahgunaan dalam mengkonsumsi bir. Penyalahgunaan , dalam hal ini penyalahgunaan minuman beralkohol, merupakan proses, cara, perbuatan menyelewengkan untuk melakukan sesuatu yang tidak sepatutnya atau menggunakan sesuatu tidak sebagaimana mestinya (Salim dan Salim, 1991). Chaplin (1999) menyebut penyalahgunaan minuman alkohol adalah keadaan atau kondisi seseorang yang meminum-minuman yang mengandung alkohol berkadar tinggi terlalu banyak dan dijadikan kebiasaan meminum-minuman adalah baik jika sesuai aturan, namun apabila terlalu banyak atau berlebihan menjadi tidak baik lagi.

The American Psychiatric Diagnostic and Statistical Manual (dikutip oleh Rivers, 1994) menyebutkan bahwa penyalahgunaan alkohol merupakan penyakit yang paling tidak dalam 1 bulan ke depan mengarah pada kerusakan sosial atau pekerjaan.

Dari definisi ini maka sebenarnya semua tergantung pada individu masing-masing. Perlu ada edukasi yang baik agar bijak dalam mengkonsumsi apapun juga. Kampanye hidup sehat, gerakan anti mabuk juga perlu digalakkan dibandingkan dengan membuat regulasi pelarangan penjualan minuman beralkohol yang justru memicu peredaran gelap alkohol illegal atau oplosan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar