Cari

Selasa, 05 Januari 2016

Citrarasa Arak Jawa Pernah Kalahkan Rum dan Scotch



Hingga saat ini minuman beralkohol tradisional arak Jawa (Arjo) masih dianggap “musuh”. Setiap jelang pergantian tahun, polisi di berbagai daerah di Indonesia selalu menggelar “ritual” pemusnahan arak dan jenis minuman beralkohol tradisional lainnya. Namun siapa sangka ternyata, arak buatan Indonesia sempat menjadi lagenda di Asia hingga kepulauan Karibia mengalahkan rum dan scotch. 

Namanya  Batavia Arrack. Merek itu sempat diulas koran The New York Times edisi minggu. Judulnya "Out of the Blue : Batavia Arrack Comes Back". 

Paul Clarke menuliskan, Batavia Arrack bikinan awal abad 17 di sebuah pulau di Jawa terbuat dari air tebu dan fermentasi beras merah. Arak itu dianggap punya citarasa berbeda dibandingkan rum Haiti dan Scotch. 

Arak itu dibuat di Batavia. Selanjutnya dikirim ke Belanda untuk dilakukan proses blending. Bahan dasar yang sudah di-blend itu lalu dicampur lagi dengan beberapa jenis bahan racikan lainnya. Kemudian dikirim ke Austria untuk disemat label, sebelum akhirnya didistribusikan ke berbagai penjuru dunia.

Dalam sebuah tulisan, "Peran Etnis Cina dalam Pengembangan Iptek" tertulis bahwa sudah sejak abad 17 warga Tionghoa di Batavia mengembangkan berbagai budidaya seperti tebu dan padi. Dari dua komoditi itu dibuatlah arak yang terdiri dari beras yang difermentasi, tetes tebu dan nira. Mereka telah mengembangkan penyulingan arak sejak awal abad 17. 

"Bangsa kita harus minum atau mati," tulis Coen pada 1619. Tidaklah heran bahwa penyulingan arak disebut industri utama di Batavia. Arak Batavia pun dikenal di seluruh penjuru Asia.

"Orang-orang kita saling merangkul dan memberkati diri sendiri karena mereka berhasil tiba di tempat yang begitu luar biasa racikan punck-nya, " tulis Kapten Britania, Woodes Rogers dalam catatan hariannya awal abad 18. 

Sementara itu, Kapten James Cook terpesona dengan keampuhan arak Batavia yang membuat seorang awaknya tak pernah jatuh sakit. Padahal usia awak kapal tadi sudah di atas 70 tahun dan kerjanya hanya mabuk arak Batavia.

Minuman ini diproduksi sejak akhir abad 17 hingga abad 19.  Merupakan minuman yang digemari di Eropa, khususnya Swedia. Minuman ini juga biasa disebut sebagai Batavia Arrack van Oosten. 
 
Kisah perjalanan arak Batavia hingga ke Swedia bisa jadi dimulai ketika Kapal Gotheborg mampir ke Batavia pada 1743. Awak kapal harus memenuhi kebutuhan kapal dan awaknya seperti arak, kayu bakar, kebutuhan untuk mengisi perut, serta mesiu cadangan untuk keamanan.  Rupanya mereka menyukai cita rasa arak bikinan Batavia – Batavia Arrack van Oosten yang mengandung alkohol 50 persen.
 
Penjelajah Portugis yang terkenal, Marco Polo, saat  datang ke Indonesia sempat bernegosiasi dengan masyarakat Batavia. Ia juga mencicipi arak Jawa yang disuguhkan masyarakat lokal.

Arak dan beberapa akar tebu menjadi barang bawaan mereka sebelum akhirnya mendarat di Kepulauan Karibia. Hasil bawaan bangsa Portugis itu akhirnya ditanam juga di daratan Karibia. Iklim tropis kepulauan tersebut ternyata sangat cocok dengan tanaman itu. 

Di masa itu, bangsa Eropa sudah berdomisili di Kepulauan Karibia. Dengan kecanggihan teknologi mesin distilasi modern yang dimiliki orang-orang Eropa, maka tercipta minuman yang lalu dikenal dengan sebutan “rum”. 

Salah satu produsen arak Bali asal desa Desa Tri Eka Bhuana, Kecamatan Sidemen, Kabupaten Karangasem Bali, Wayan Lemes mengatakan arak sendiri merupakan minuman beralkohol yang sudah dikenal dari zaman nenek moyang di Bali. Selain untuk kesehatan, arak juga digunakan untuk religi dan upacara adat metuakan.

“Saat ini banyak yang disalahgunakan hingga menyebabkan kasus korban meninggal dunia.  Menurut saya bukan salah minuman beralkohol akan tetapi banyak orang mengalami tekanan akibat kondisi ekonomi dan sosial di daerah hingga mereka ingin melepaskan tekanan itu dengan meminum oplosan, “ katanya.


Wayan sendiri ingin agar arak Bali dikenal hingga luar negeri. Sayangnya, ia mengaku susah mengurus ijin perdagangan arak karena minimnya permodalan.

“Kini ratusan petani kelapa terancam dengan berbagai regulasi pelarangan penjualan minuman beralkohol di beberapa daerah, termasuk Rancangan Undang-Undang (RUU) Pelarangan Minuman Beralkohol, “ katanya.

(*Hadi SupraptoDody Handoko, viva.co.id)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar